JAKARTA - Program dana pensiun tambahan wajib bikin pekerja terkejut. Pasalnya, program tersebut akan memotong upah pekerja.
“Apalagi sih ini? Nambah-nambah potongan aja,” kata Abi, 31, seorang karyawan swasta di Jakarta ketika pertama kali mengetahui soal wacana iuran dana pensiun tambahan, dikutip dari BBC Indonesia, Kamis (12/9/2024).
Abi, bukan nama sebenarnya, mengaku kesal sekaligus was-was dengan wacana kebijakan ini. Potongan yang sudah berlaku sekarang saja sudah melebihi kenaikan gajinya.
Menurut Abi, upahnya naik sekitar Rp400.000 pada awal 2024 sebagai penyesuaian terhadap inflasi.
Setiap bulan, upahnya dipotong iuran JHT sebesar Rp174.000, JP sebesar Rp87.000, dan BPJS Kesehatan sebesar Rp217.500. Jumlah itu adalah yang dibebankan kepadanya sebagai pekerja, di luar yang ditanggung oleh perusahaan.
Itu juga belum termasuk potongan lain seperti PPh 21 yang juga wajib.
“Sekarang saja besar potongannya sudah lebih besar dari kenaikan upah tahunan, kalau nanti nambah lagi dana pensiun ini, Tapera, jadinya potongan-potongan itu akan semakin membunuh kenaikan gaji saya,” kata Abi.
Tabungan dana pensiun bukan prioritas Abi saat ini karena dia masih harus menabung dana darurat. Apalagi Abi khawatir dengan ancaman PHK yang mengintai para pekerja.
Sejauh ini, iuran JHT dan JP adalah satu-satunya persiapan Abi untuk masa pensiun.
Kritik senada juga disampaikan Filani, 32, yang punya masalah dengan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) serta Jaminan Pensiun (JP) BPJS-TK miliknya.
Menurutnya, pemerintah semestinya membereskan masalah ini dulu ketimbang mewajibkan program baru.
“Masih ada perusahaan yang menunggak atau enggak bayar iuran JHT dan JP. Saya kerja hampir empat tahun, gaji sudah naik tiga kali, tapi ternyata yang dilaporkan perusahaan ke BPJS-TK masih UMR terus jadi nilainya segitu-gitu aja,” kata Filani.
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengingatkan pemerintah untuk “memberi napas” kepada kelas pekerja.
Kebijakan semacam ini, menurut Esther, hanya akan memicu spekulasi bahwa pemerintah berupaya memaksimalkan pemasukan dari masyarakat di tengah ruang fiskal APBN yang tambah sempit.
“Dana pensiun ini jangka panjang jatuh temponya, sehingga masyarakat diminta iuran dulu dan nanti bisa menjadi sumber pembiayaan jangka panjang,” kata Esther.
(Feby Novalius)