Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

RI Bisa Jadi Produsen Beras Terbesar Nomor 2 Dunia, Ini Hitung-hitungannya

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Kamis, 19 September 2024 |18:38 WIB
RI Bisa Jadi Produsen Beras Terbesar Nomor 2 Dunia, Ini Hitung-hitungannya
RI Bisa Jadi Produsen Beras Terbesar Nomor 2 di Dunia (Foto: Bulog)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah berencana mencetak 3 juta hektare (ha) lahan sawah. Rencana ini tentu ada alasan, salah satunya mendukung cita-cita swasembada pangan.

Namun, selain cetak 3 juta lahan sawah, ada yang lebih prioritas dibandingkan melakukan pencetakan lahan, yaitu dengan memaksimalkan pengelolaan lahan pertanian yang ada.

Saat ini ada sekitar 70 juta hektare lahan tanam di Indonesia, baik untuk sawit maupun tanaman lainnya. Dari total lahan tanam tersebut, 10,2 juta hektare adalah lahan sawah untuk menanam padi.

"Normalnya, dalam satu hektare sawah, itu bisa menghasillkan 8 ton gabah setiap kali panen. Artinya, dengan 10,2 juta hektare sawah akan bisa menghasilkan 81,4 juta ton gabah atau setara dengan 56 juta ton beras," kata pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Dengan 56 juta ton beras ini, lanjutnya, seharusnya bisa mencukupi kebutuhan beras nasional, yang pada tahun 2023 tercatat hanya 35,3 juta ton, harusnya produk beras sekali panen di Indonesia sudah bisa memenuhi kebutuhan beras nasional dan masih memiliki sisa atau cadangan beras sebesar 20,7 juta ton.

"Itu baru satu kali panen. Di Indonesia sendiri, seharusnya bisa dua atau tiga kali panen dan bahkan di beberapa negara Asean seperti Thailand, bisa 4 kali panen. Anggaplah 2 kali panen secara normal, artinya kita bisa mendapatkan produk per tahunnya 112 juta ton beras," katanya.

Dia menambahkan, jika berpatokan pada kebutuhan nasional yang 35,3 juta ton, maka masih ada cadangan beras 76.7 juta ton yang bisa disimpan dengan baik menjadi lumbung pangan ke depan. Jika 3 kali panen, beras yang dihasilkan setahunnya sebesar 168 juta ton per tahun dan Indonesia bisa menjadi negara penghasil beras terbesar nomor 2 di dunia setelah China, yang produksinya 209 juta ton beras dan di atas India yang produksi berasnya 129 juta ton per tahun.

"Sehingga kita tidak perlu impor beras lagi karena hasilnya sudah melimpah, bahkan bisa dieskpor ke negara-negara di Asia yang membutuhkan," ujarnya.

Dia menambahkan, teknologi penyimpanan beras sudah ada dan bisa membuat beras bertahan selama sekitar 5 tahun, seperti yang sudah ada di Bulog dengan menggunakan teknologi Cocoon (pengedapan). "Beras bisa bertahan di atas 3 tahun dalam kondisi baik," tambah dia yang juga anggota DPR terpilih 2024-2029.

Untuk hasil produksi yang per hektare tidak mencapai 8 juta ton, maka pemerintah perlu melakukan pendampingan terhadap dunia pertanian, baik sumber daya manusia (SDM) petani maupun infrastruktur dan perlengkapan alat produksi pertanian.

"Pertama, pengairan harus cukup. Tidak kurang atau pun berlebih. Karena Indonesia merupakan negara penghasil air dari sumber terbesar ke-8 di dunia. Maka seharusnya tidak ada istilah kekurangan air," ujarnya.

 

Lalu pengelolaan air irigasi dari sumber air yang mengalir ke sungai, bisa dikelola dengan pengendalian pintu air yang maksimal di aliran sungai primer, sekunder dan tersier serta aliran irigasinya. Jangan sampai pintu air mengalami kerusakan

Di samping air, untuk hasil maksimal petani harus dibantu dengan diberikan bibit unggul, pupuk yang cukup sesuai kebutuhan, obat obatan, penanggulangan hama dan permodalan yang berupa KUR dengan jumlah rendah.

"Misalnya pupuk, petani itu bukan hanya dikasih pupuk subsidi saja tapi juga harus diberi pendampingan dalam hal penggunaan pupuk. Sehingga lahan pertanian tidak akan berubah pH-nya dan kualitasnya tetap baik walaupun sudah dipergunakan untuk bertahun-tahun," ujarnya.

Dengan adanya kebijakan ini diharapkan petani hanya perlu memikirkan penanaman saja dan diharapkan ongkos produksi pertanian bisa diturunkan serendah-rendahnya, sehingga dengan harga panen gabah yang ditentukan oleh Pemerintah, keuntungan dari petani masih cukup banyak.

Apalagi saat ini banyak negara yang memprioritaskan pangan untuk masyarakat mereka. Karena nantinya dengan adanya perkembangan jumlah penduduk yang luar biasa besar di seluruh dunia, pangan akan menjadi kebutuhan yang terpenting dan mahal.

"Jadi sudah waktunya kita fokus untuk memperhatikan tata kelola pangan mulai dari produksi pertanian, inventory, storage dan packaging yang baik untuk produksi pangan kita dan memanfaatkan maksimal lahan yang masih sangat cukup untuk produksi pertanian," ujarnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement