JAKARTA - Sektor usaha perhotelan dan restoran berpotensi mengalami kerugian hingga triliunan rupiah, imbas kebijakan pemangkasan anggaran belanja perjalanan dinas sebesar minimal 50% dari sisa pagu belanja tahun 2024.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Sutrisno Iwantono mengatakan, perkiraan kerugian yang dialami pengusaha hotel dan restoran mencapai Rp8 triliun.
“Menurut perhitungan dari Pak Haryadi, Kepala Umum PHRI itu bisa mencapai 8 triliun triliun, itu perhitungannya, perkiraannya, untuk semua hotel,” ujar Sutrisno dalam Market Review IDX Channel, Kamis (14/11/2024).
Potensi kerugian didorong oleh menurunnya jumlah okupansi atau tingkat hunian kamar hotel dan pengunjung restoran, terutama di kota besar seperti Jakarta. Pasalnya, pergerakan perjalanan dinas yang berkurang memberi berdampak buruk bagi pendapatan pengusaha.
Sutrisno memastikan, hotel bintang 4 dan 5 akan paling banyak mencatatkan rugi. Saat ini okupansi kamar hotel bintang empat dan di atasnya menyentuh 55 persen, sekalipun presentasi ini tidak merata di semua hotel dengan kategori yang sama dan dikelola PHRI.
“Kalau kita lihat, misalnya tingkat okupansi itu kita mungkin sekarang sampai 55 persen ya. Tentu ada yang lebih tinggi, ada yang lebih rendah,” paparnya.
“Khususnya untuk dukungan untuk bintang 4 ke atas itu okupansinya lebih tinggi dibandingkan bintang 2, bintang 1. Untuk hotel-hotel yang di bawah itu umumnya masih lebih rendah ya sekitar 40 persen lah, rata-rata okupansinya,” beber dia.
PHRI memperkirakan okupansi saat ini bisa anjlok ketika peraturan pemangkasan anggaran belanja perjalanan dinas sebesar minimal 50 persen masif diterapkan.
Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui surat nomor S-1023/MK.02/2024 tertanggal 7 November 2024 yang telah ditandatanganinya, membuat biaya perjalanan dinas para menteri, jaksa agung, kepala kepolisian, kepala lembaga, hingga pimpinan kesekretariatan lembaga negara berkurang signifikan.
Efek dari regulasi tersebut juga menyasar para supplier bahan makanan bagi restoran di kota-kota besar, lantaran jumlah permintaannya anjlok. Sutrisno menilai, rantai pasok dari bisnis hotel dan restoran bakal terdampak.
“Tentu bukan hanya hotel, sebagaimana kita tahu hotel itu kan punya rantai pasok. Artinya supplier-supplier, kalau tamu hotel turun kan berarti konsumsi restoran juga akan turun, itu artinya supplier-supplier hotel di sekitar kota itu pasti akan mengalami penurunan,” jelas dia.
(Taufik Fajar)