JAKARTA – Apa Saja yang Kena PPN 12%? Mulai 1 Januari 2025, Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang telah mengatur kenaikan tarif PPN secara bertahap, dimulai dari 11 persen pada 2022 dan kini mencapai 12 persen pada 2025.
Pajak ini dikenakan atas barang dan jasa yang beredar di dalam negeri, dari produsen hingga konsumen. Berdasarkan aturan tersebut, ada berbagai jenis barang dan jasa yang akan terkena PPN 12 persen, namun ada juga yang dikecualikan.
Secara umum, PPN dikenakan pada penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Contohnya adalah pembelian barang elektronik di pusat perbelanjaan atau layanan streaming film dan musik dari luar negeri seperti Netflix dan Spotify.
Barang Kena Pajak (BKP) mencakup barang berwujud yang dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak, dan juga barang tak berwujud yang memenuhi kriteria PPN sesuai dengan UU HPP. Dalam hal ini, pengenaan PPN bersifat negative list, yang artinya hampir semua barang dapat dikenakan PPN, kecuali yang ditentukan secara khusus untuk tidak dikenakan pajak. Beberapa barang yang termasuk dalam kategori ini antara lain pakaian, tas, sepatu, alat elektronik, kosmetik, dan barang otomotif. Begitu juga dengan pulsa telekomunikasi, sabun, hingga perkakas rumah tangga.
Selain barang-barang yang disebutkan di atas, beberapa jenis layanan juga akan dikenakan PPN 12%, termasuk layanan streaming, baik film maupun musik, yang sering digunakan oleh masyarakat sehari-hari.
Namun, kenaikan tarif PPN ini tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Berdasarkan UU HPP, sejumlah barang dan jasa tertentu justru dibebaskan dari PPN. Barang-barang yang termasuk kebutuhan pokok, seperti beras, daging, susu, sayur-sayuran, dan telur, tetap tidak dikenakan PPN. Begitu juga dengan barang seperti garam konsumsi dan gula kristal putih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, serta beberapa produk pertanian lainnya.
Jasa juga memiliki beberapa pengecualian, di antaranya jasa kesehatan medis tertentu dalam program JKN, jasa pendidikan, jasa keagamaan, dan jasa angkutan umum, baik di darat, laut, maupun udara domestik. Jasa perhotelan, katering, dan parkir juga tidak akan dikenakan PPN 12%.
Dengan kenaikan tarif PPN ini, masyarakat diperkirakan akan merasakan dampaknya pada harga barang dan jasa yang biasa mereka konsumsi. Meskipun demikian, ada beberapa barang dan jasa vital yang tetap dikecualikan agar tidak membebani daya beli masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok dan layanan dasar. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat mendukung stabilitas fiskal negara sekaligus memberikan kemudahan bagi sektor yang kurang mampu.
(Taufik Fajar)