Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pemanfaatan Energi Terbarukan di RI Masih Minim

Anindya Rasya Salsabila , Jurnalis-Kamis, 19 Desember 2024 |21:56 WIB
Pemanfaatan Energi Terbarukan di RI Masih Minim
Pemanfaatan energi terbarukan RI masih minim (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.716 GW. Namun baru dimanfaatkan kurang dari 14 GW atau sekira 0,37%.

Pembangunan energi terbarukan selain lebih efektif pangkas emisi, juga lebih murah dan minim risiko. Alih-alih energi baru seperti nuklir, hilirisasi batu bara, gas, dan CCS/CCUS, yang justru akan menghambat rencana dekarbonisasi dan pengembangan energi terbarukan ke depan.

“Kami mengharapkan pengembangan energi ke depan lebih mengutamakan sumber energi yang tidak berisiko tinggi terhadap lingkungan, aman, tidak memberikan tekanan lebih pada ekosistem dan tidak berkonflik dengan masyarakat,” papar Senior Strategist Indonesian Center for Environmental Law Grita Anindarini, Kamis (19/12/2024).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan pun merekomendasikan delapan quick wins transisi energi untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Pertama, memastikan mekanisme pelibatan dan partisipasi bermakna masyarakat dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan implementasi kebijakan strategis di sektor energi dan turunannya.

Hal ini untuk memastikan agar pendapat dan usulan masyarakat didengar dan dipertimbangkan, serta mendapat penjelasan informatif sebagaimana amanat Undang-Undang No.13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, untuk mendapat ruang dalam bauran energi nasional, pengembangan energi terbarukan juga harus diiringi dengan penghentian operasi PLTU. Oleh karena itu, dalam quick wins kedua, Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan, pemerintah harus segera menyusun rencana peta jalan pensiun dini PLTU yang jelas, beserta tindakan pengamanan (safeguard) sebagai turunan dari Perpres 112/2022. Peta jalan tersebut harus dapat mengakomodasi perlindungan sosial dan lingkungan terutama bagi pekerja dan masyarakat yang terdampak ketika pensiun dini PLTU dilaksanakan.

Executive Vice President Transisi Energi & Keberlanjutan PT PLN, Kamia Handayani mengungkapkan PLN telah menyiapkan rencana untuk meningkatkan bauran energi terbarukan dalam rencana pembangkitannya, sekaligus membangun jaringan transmisi listrik smart grid.

“Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelumnya, PLN telah merencanakan kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 21 GW hingga 2030. Dengan revisi terbaru untuk RUPTL 2025–2034, kapasitas ini bisa lebih besar lagi,” katanya menjelaskan.

Namun, untuk mengimplementasikan rencana tersebut, pemerintah harus memberikan dukungan insentif dan pendanaan inovatif bagi energi terbarukan serta pemberdayaan dan peningkatan akses usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi. Perlu ada prosedur pengadaan energi terbarukan yang jelas dan transparan, serta pentingnya desentralisasi energi yang memungkinkan pengembangan energi terbarukan yang demokratis dan berkelanjutan.

Selanjutnya, aspek ESG (environment, social, and governance), yang mencakup prinsip kelestarian lingkungan, keadilan sosial dan tata kelola yang baik, merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pelaku industri untuk mendapatkan perizinan investasi. Diperlukan juga penguatan standar pengaman, pengawasan, kepatuhan, serta pelaporan tentang penerapan ESG kepada publik, berpedoman pada standar internasional.

Masukan berikutnya adalah mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan kebijakan nilai ekonomi karbon (NEK). Koalisi melihat, harus ada desain dalam implementasi nilai ekonomi karbon yang jelas, termasuk memperhatikan mekanisme pengawasan, pelaporan dan verifikasi, serta pengaman yang dapat memberikan perlindungan hak dan manfaat kepada Masyarakat dan keberlanjutan lingkungan

Selain itu, kebijakan biofuel, seperti B50 perlu ditinjau ulang dengan mempertimbangkan aspek keadilan iklim, daya dukung lingkungan, dan daya saing industri. Koalisi mendorong opsi mempertimbangkan bahan baku berbasis lokal, pengakuan hak-hak petani kecil dan masyarakat adat terdampak, dan memperhatikan batas daya dukung dan daya tampung lahan sawit tidak lebih dari 18 juta hektar.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement