3. Bebani Kelas Menengah
Meskipun daftar barang yang dikenakan PPN 12% disebut hanya mencakup barang mewah, kenyataannya banyak produk yang digunakan oleh masyarakat umum seperti kuota internet, bensin, dan produk lainnya tetap terkena dampak dari kebijakan ini. Hal ini, lanjutnya, akan sangat membebani kelas menengah, termasuk di antaranya adalah generasi Z yang juga terdampak.
"Momentum kenaikan PPN ini sangat tidak tepat. Menurut BPS ada sekitar 9,5 juta orang dari kelompok kelas menengah terdegradasi menjadi kelas bawah sejak 2019 hingga 2024. Kelas menengah, yang memiliki pengeluaran berkisar Rp2.040.262 hingga Rp9.909.845 per kapita per bulan, kini semakin tertekan. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang berpotensi naik kelas atau ‘aspiring middle class’ justru hanya memiliki pengeluaran antara Rp874.398 hingga Rp2.040.262 per kapita per bulan dan kesulitan untuk bisa naik kelas ekonominya," tambah Manik.
4. Perindo Minta PPN 12% Dikaji Ulang
Sebagai partai yang peduli terhadap kesejahteraan rakyat, Partai Perindo menekankan bahwa pajak harus dilaksanakan dengan prinsip keadilan dan tidak membebani kelompok yang paling rentan. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan pajak sejalan dengan peningkatan layanan dan fasilitas publik yang lebih baik bagi masyarakat.
"Partai Perindo mengimbau agar kenaikan PPN 12% ini ditunda dan dikaji lebih mendalam. Pemerintah perlu kebijaksanaan dan memastikan bahwa kebijakan pajak yang diambil tidak merugikan kelompok masyarakat yang paling membutuhkan dan dapat menstabilkan ekonomi negara secara keseluruhan," tambah Manik.
“Bagi kami mendukung pemerintah memang harus dilakukan. Tapi demikian, sebagai institusi Partai Politik yang sudah semestinya mendengarkan aspirasi masyarakat, penting juga bagi kami menyampaikan ini sebagai bentuk kritik konstruktif pemerintahan agar mengambil sebijak-bijaknya kebijakan.” tutup Manik.
(Taufik Fajar)