“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan,” tutur Menkeu.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede turut mengungkapkan pandangannya. Dia mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen dianggap sebagai langkah strategis namun penuh tantangan. Lantaran, kenaikan PPN ini bertujuan untuk memperkuat fiscal space guna mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Menurutnya, tarif PPN yang meningkat jadi 12 persen juga bisa dibilang relatif kecil karena dampaknya terhadap harga barang secara keseluruhan hanya diperkirakan sekitar 0,9 persen.
Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan pokok, seperti beras, daging, sayur, dan susu yang tetap dibebaskan dari PPN. Kemudian, pemerintah juga memberikan insentif pada kelompok masyarakat rentan sehingga kenaikan harga akibat tarif PPN naik cenderung tidak signifikan terhadap daya beli masyarakat.
“Jadi, kenaikan PPN menjadi 12 persen kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya.
Dampak PPN 12 Persen pada Konsumsi Masyarakat
Josua menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini kemungkinan tidak memengaruhi konsumsi masyarakat menengah ke bawah karena kebutuhan pokok tetap bebas PPN dan adanya stimulus subsidi listrik dan pangan. Namun, konsumsi kelompok masyarakat menengah ke atas dapat berkurang karena barang-barang berkategori mewah kini dikenakan tarif lebih tinggi.
Selain pada tingkat konsumsi masyarakat, kenaikan PPN ini juga dapat memengaruhi perilaku tabungan masyarakat. Dalam hal ini, tabungan kelompok masyarakat kelas menengah berpotensi terpengaruh, tetapi masyarakat dengan penghasilan tinggi diperkirakan tidak akan terpengaruh.
“Isu ini bukan hanya karena adanya kebijakan PPN tetapi adanya isu struktural yang sudah terjadi, seperti penurunan jumlah kelas menengah di tengah arus PHK,” tuturnya.