BALI - SMART Research Institute Indonesia menemukan cara untuk mengurangi kerugian perkebunan kelapa sawit karena kekeringan. Pasalnya, banyak lahan-lahan pertanian di Indonesia yang jumlah air di dalam tanah sedikit (water deficit), sehingga produktivitas sawit menurun.
Peneliti SMART Research Institute Indonesia, Reni Subawati mengatakan, Smart telah melakukan penelitian terhadap kekeringan lahan yang terjadi di Lampung, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan.
"Lahan water deficit ini tinggi, diprediksi membuat kehilangan pendapatan (kebun sawit) sampai USD4,6 miliar (setara Rp74,8 triliun) per tahun," katanya, di ICOPE 2025, Bali, Jumat (14/2/2025).
Masalah inilah yang akhirnya diteliti Smart untuk menekan kerugian pendapatan tersebut. Apalagi masalah ini sudah terjadi dalam 25 tahun terakhir.
SMART Research Institute pun mengembangkan varietas sawit yang lebih toleran terhadap kekeringan, dengan harapan dapat menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan sektor pertanian.
“Kami telah mengembangkan metode berbasis Chlorophyll Fluorescence untuk menyeleksi tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan. Dari riset ini, ditemukan dua varietas unggulan, SD14 dan SD63, yang lebih tahan terhadap kondisi air terbatas,” ungkap Reni.
Dalam uji coba di lapangan, kedua varietas ini menunjukkan penurunan produksi yang lebih kecil dibandingkan varietas konvensional, dengan peningkatan hasil panen sebesar 14-27% pada kondisi kekeringan ekstrem.
Saat ini, varietas SD14 sedang dalam proses legalisasi untuk dilepas sebagai varietas resmi. Jika berhasil diterapkan secara luas, inovasi ini dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi industri sawit dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, sekaligus menjaga produktivitas jangka panjang.
Dengan semakin meningkatnya ancaman perubahan iklim, riset seperti yang dilakukan oleh SMART Research Institute menjadi langkah penting dalam memastikan masa depan sektor perkebunan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
(Feby Novalius)