Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mal Ramai tapi yang Belanja Sedikit, Daya Beli Masyarakat Turun?

Tangguh Yudha , Jurnalis-Rabu, 02 April 2025 |20:21 WIB
Mal Ramai tapi yang Belanja Sedikit, Daya Beli Masyarakat Turun?
Mal Ramai tapi yang Belanja Sedikit, Daya Beli Masyarakat Turun? (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Transaksi pembelian di mal turun meskipun pengunjung yang datang ramai. Hal ini menjadi salah satu tanda daya beli masyarakat di momen Lebaran 2025 ini mengalami pelemahan.

Chairman & Founder Affiliation Global Retail Association (AGRA) Roy Nicholas Mandey mengungkap meskipun mall tampak ramai, namun nyatanya hanya sedikit saja pengunjung yang berbelanja.

“Kita lihat dari kunjungan masyarakat yang berbelanja memang terjadi pelemahan. Mal tetap ramai, tetapi tidak menggambarkan masyarakat berbelanja. Mereka lebih banyak datang untuk bersilaturahmi, berbuka puasa, kemudian saat lebaran ya berkumpul bersama keluarga,” ujar Roy saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (2/4/2025).

1. Pengunjung tak membeli

Roy menjelaskan bahwa saat ini pengunjung lebih sering sekadar melihat-lihat tanpa melakukan pembelian yang signifikan. Lebih lanjut, Roy juga mengungkap jika ukuran rata-rata jumlah barang atau layanan yang dibeli dalam satu transaksi (basket size) mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Berdasarkan survei dari Populix, kata Roy, sekitar 55-56% penerima Tunjangan Hari Raya (THR) saat ini lebih memilih untuk menabung, sehingga jumlah masyarakat yang berbelanja maupun yang melakukan mudik juga ikut berkurang, bisa dilihat dari data Kementerian Perhubungan di mana jumlah pemudik turun dari 192 juta menjadi 146 juta.

 

2. Peredaran Uang Menurun

Selain itu, menurut Roy, peredaran uang di masyarakat juga mengalami penurunan signifikan, turun sekitar 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2024, peredaran uang mencapai Rp137 triliun, sementara di 2025 hanya sekitar Rp114 triliun.

“Indeks penjualan ritel (IPR) kita juga turun dari 122 menjadi 112. Jadi semua indikator menandakan memang masyarakat menahan, menahan belanja. Jadi ada dua model. Ada yang menahan belanja meski mereka punya uang, ada juga yang menahan belanja karena mereka ter-PHK," sebut Roy.

Roy juga menyoroti dampak dari penurunan daya beli terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika tahun lalu pertumbuhan ekonomi kuartal kedua mencapai 5,17, tahun ini diperkirakan hanya berada di kisaran 4,8-4,9. Pertumbuhan ritel pun tidak lagi mencapai double digit seperti tahun sebelumnya yang berada di angka 18-20%, melainkan hanya sekitar 8-9%.

“Pemerintah seharusnya mencermati indikator-indikator ini untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mendorong konsumsi masyarakat,” pungkas Roy.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement