Selama ini, minyak mentah kita banyak diimpor dari Arab Saudi. Namun, tidak banyak manfaat jangka panjang yang dirasakan dari hubungan tersebut.
“Indonesia impor setiap hari dalam jumlah besar minyak dari Arab Saudi. Kita dapat apa sih dari Arab Saudi? Kota Haji. Ya begitu-begitu aja," ujarnya,
Sementara Amerika sedang meningkatkan produksi migas dan mencari pasar baru. Ini peluang strategis untuk memindahkan sebagian porsi impor migas kita ke mereka.
Sebelum bicara ke luar, Indonesia harus membongkar dulu hambatan-hambatan internal seperti aturan impor yang rumit, birokrasi panjang, atau kebijakan investasi yang tak ramah.
“Itu yang disebut dengan non-tarif barrier. Kan dihambat barang mereka masuk ke sini. Masuknya lama, regulasinya berbelit-belit,” jelas Rhenald.
Selain itu, revisi terhadap TKDN, devisa, dan investasi juga harus dilakukan sebagai bentuk komitmen terhadap keterbukaan dan kepastian hukum bagi investor asing.
Solusi menghadapi tekanan dagang seperti tarif Trump bukan sekadar mencari pasar baru atau mengirim delegasi tanpa persiapan. Yang dibutuhkan adalah reformasi menyeluruh dari dalam negeri, pemetaan kepentingan bersama, serta strategi negosiasi yang realistis dan saling menguntungkan.
“Ini bersifat struktural, bukan reaktif. Ini bersifat kerja bareng, bukan kerja sendiri-sendiri,” tuturnya.
Dengan kesiapan seperti ini, Indonesia tidak hanya bisa menghadapi Trump, tapi juga pemimpin dunia manapun yang menerapkan kebijakan proteksionis.
(Feby Novalius)