Yeka menyampaikan, Ombudsman RI telah memberikan sejumlah saran, di antaranya agar pemerintah melakukan penyerapan kelebihan produksi ayam hidup ini sebagai cadangan pangan nasional atau dikoneksikan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sehingga kerugian peternak dapat dicegah.
Kedua, dengan mempelajari apa yang terjadi di masa lalu, pemerintah dapat melakukan koordinasi dengan seluruh pelaku usaha terutama perusahaan breeding dan feedmill agar ikut berpartisipasi melakukan penyerapan produksi ayam hidup.
Ketiga, Ombudsman RI meminta agar Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan kompetensi pengawasannya guna memastikan Setting Hatching Record (SHR) ayam hidup setiap minggu dilaksanakan sehingga tidak melebihi jumlah permintaan (demand). SHR ayam hidup merupakan pengaturan atau catatan penetasan untuk mengelola produksi ayam hidup.
Yeka menilai, jatuhnya harga ayam hidup saat ini karena pemerintah tidak mampu mengontrol SHRDay Old Chicken (DOC) atau ayam yang baru menetas, setiap minggunya.
Idealnya pemerintah memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengevaluasi SHR sehingga SHR aktual di lapangan mendekati jumlah permintaan DOC.
"Jumlah permintaan DOC per minggunya berkisar 60-65 juta ekor. Pada Maret 2025, SHR mencapai 70 juta ekor per minggu. Sehingga melebihi jumlah permintaan atauoversupply," ucap Yeka.
Sedangkan salah satu penyebab peternak maupun pelaku usaha meningkatkan jumlah produksi ayam hidup karena pada Februari 2025 harga DOC mencapai Rp7.000-8.500 per ekor. Namun, saat ini harga DOC hanya Rp500 karena oversupply.
(Feby Novalius)