JAKARTA - Tambang nikel di Raja Ampat menuai sorotan setelah diduga merusak ekosistem kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia langsung mengambil sikap dengan menghentikan sementara operasi tambang nikel di Raja Ampat.
Salah satu pemilik tambang nikel adalah PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam. PT Gag Nikel memiliki jenis perizinan berupa Kontrak Karya yang terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akte perizinan 430.K/30/DJB/2017, dengan luas wilayah izin pertambangan 13.136,00 ha.
"Agar tidak terjadi kesimpangsiuran maka kami sudah memutuskan lewat Ditjen Minerba untuk status daripada Kontrak Karya (KK) PT Gag yang sekarang lagi mengelola untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan, kita akan cek," kata Bahlil di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Menurut Bahlil, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya perusahaan yang saat ini berproduksi di wilayah tersebut. Kontrak Karya (KK) perusahaan anak usaha PT Antam Tbk itu terbit pada 2017 dan mulai beroperasi setahun kemudian setelah mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Izin pertambangan di Raja Ampat itu ada beberapa, mungkin ada 5. Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu yaitu PT Gag. Gag Nikel ini yang punya adalah Antam, BUMN," ujarnya.
Bahlil Lahadalia mengatakan, izin usaha pertambangan PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, diterbitkan jauh sebelum dirinya menjadi menteri kabinet di pemerintahan. Untuk itu, pentingnya dilakukan verifikasi langsung ke lapangan untuk memahami kondisi sebenarnya terkait maraknya pemberitaan yang beredar di publik.
"Saat izin usaha pertambangan dikeluarkan, saat saya masih Ketua Umum Hipmi Indonesia dan belum masuk di kabinet. Karena itu, untuk memahami kondisi sebenarnya kita harus cross check ke lapangan guna mengetahui kondisi sebenarnya secara obyektif," katanya.