Dalam RUPTL tersebut kapasitas pembangkit listrik ditargetkan bertambah 69,5 gigawatt (GW). Secara rinci, sebesar 42,6 GW berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). Dari besaran tersebut, sebesar 17,1 GW tenaga surya, 11,7 GW tenaga air, 7,2 GW tenaga angin, sebesar 5,2 GW tenaga panas bumi, 0,9 GW bioenergi, dan 0,5 GW tenaga nuklir.
Kemudian 10,3 GW akan berasal dari sistem penyimpanan energi atau storage, yang terdiri dari 6,0 GW baterai dan 4,3 GW PLTA Pumped Storage. Lalu, sebesar 16,6 GW akan berasal dari pembangkit berbasis energi fosil yang terdiri dari 10,3 GW gas dan 6,3 GW batu bara.
Selain itu, energi baru seperti nuklir mulai diperkenalkan dengan pembangunan dua unit reaktor kecil di Sumatera dan Kalimantan, masing-masing berkapasitas 250 MW.
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin siap membuka pintu kerja sama pengembangan proyek nuklir damai atau bertujuan non militer di Indonesia. Penegasan itu diungkapkan Putin usai melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Rusia, Kamis 19 Juni 2025.
“Kami terbuka untuk kerjasama dengan Mitra Indonesia di bidang nuklir. Kami juga berkeinginan untuk merealisasikan proyek nuklir di bidang damai,” kata Putin dalam keterangannya.
Sekadar informasi, sebagai bagian dari strategi untuk mencapai Net Zero Emission (emisi nol bersih), Indonesia semakin serius berencana mewujudkan PLTN pada tahun 2060. Bahkan, Indonesia menargetkan PLTN pertama diharapkan dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2032, lebih cepat dari target sebelumnya yaitu tahun 2039.
Meski begitu, pengembangan teknologi nuklir sebetulnya tidak hanya fokus pada energi, tetapi juga pada aplikasi medis dan industri, serta produksi radioisotop dan radiofarmaka. Namun juga untuk mendukung kemandirian nasional dalam berbagai bidang melalui penelitian dan inovasi di bidang teknologi nuklir.
(Dani Jumadil Akhir)