JAKARTA – Dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan hari ini. Investor yang sedang cemas mencari tempat yang lebih aman, meskipun pergerakan sejauh ini tidak terlalu signifikan.
Pasar saat ini sedang menunggu respons Iran terhadap serangan AS terhadap situs nuklirnya yang telah memperburuk ketegangan di Timur Tengah.
Di pasar mata uang, dolar menguat terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya. Dolar naik 0,25% terhadap yen Jepang ke level 146,415, setelah menyentuh titik tertinggi satu bulan di awal sesi.
Euro turun 0,33% menjadi USD1,1484, sementara dolar Australia – yang sering dianggap sebagai proksi risiko – melemah 0,2% menjadi USD0,6437, mendekati level terendahnya dalam lebih dari tiga minggu.
Hal ini membuat indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,12% menjadi 99,037. Poundsterling turun 0,25% menjadi USD1,34175, sementara dolar Selandia Baru juga turun 0,24% menjadi USD0,5952.
Analis mata uang Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, mengatakan pasar berada dalam mode wait and see, dengan lebih banyak kekhawatiran terhadap dampak inflasi dari konflik tersebut dibandingkan potensi dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Pasar mata uang akan bergantung pada komentar dan tindakan dari pemerintah Iran, Israel, dan AS. Risikonya jelas condong ke arah penguatan mata uang safe haven jika konflik semakin meningkat," ujarnya, dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).
Iran berjanji akan mempertahankan diri setelah AS menjatuhkan bom penghancur bunker seberat 30.000 pon ke gunung di atas lokasi nuklir Fordow milik Iran. Para pemimpin AS mendesak Teheran untuk menahan diri, sementara sejumlah protes anti-perang muncul di berbagai kota di AS.
Dalam langkah yang secara luas dipandang sebagai ancaman paling efektif Iran untuk menyakiti Barat, parlemen negara itu telah menyetujui rencana untuk menutup Selat Hormuz. Hampir seperempat pengiriman minyak global melewati perairan sempit tersebut, yang dibagi Iran dengan Oman dan Uni Emirat Arab.
"Pasar tampaknya memperlakukan serangan AS terhadap Iran sebagai peristiwa yang terkendali untuk saat ini, bukan sebagai awal dari perang yang lebih luas," kata Kepala Strategi Investasi Saxo, Charu Chanana.
(Feby Novalius)