LABUAN BAJO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap memperluas pasar ekspor ke negara-negara non-konvensional sebagai strategi mitigasi atas penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) sebesar 32% kepada Indonesia.
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR Kemenkeu, Tony Prianto, menyatakan bahwa ketergantungan Indonesia pada pasar konvensional seperti AS menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha. Oleh karena itu, salah satu upaya mitigasi yang segera dilakukan adalah memperbesar porsi perdagangan ke negara-negara non-konvensional melalui program Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
"Di sinilah peran program Penugasan Khusus Ekspor (PKE), bagaimana kita memperluas pasar ekspor tidak hanya ke negara konvensional, tetapi juga non-konvensional," kata Tony dalam Media Briefing di Labuan Bajo, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, banyak produk Indonesia yang potensial untuk diekspor, namun sebagian besar terkendala persyaratan perbankan (unbankable) karena persoalan keamanan di negara tujuan.
"Kalau ekspor ke negara konvensional, tujuan ekspor kita mungkin sudah nyaman infrastruktur dan asuransinya, semuanya sudah in place. Tapi kalau ke negara seperti Zimbabwe, eksportir masih agak deg-degan, apakah uangnya bisa keluar. Di sini fungsi PKE," jelas Tony.
PKE, yang dijalankan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank, tidak hanya memberikan pembiayaan, tetapi juga penjaminan dan asuransi untuk ekspor. Ini memungkinkan produk potensial namun unbankable menjadi layak untuk menerima pembiayaan.
"Jadi, kami sebenarnya cukup in line dengan situasi yang ada saat ini. Kalau AS, mau tidak mau pasti terdampak, ya. Tapi memang mitigasinya, salah satunya kita shifting untuk memperkuat tujuan ekspor yang non-konvensional," tutur Tony.
Sebagai informasi, hingga Juni 2025, LPEI telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp26 triliun melalui program PKE, menjangkau lebih dari 90 negara di dunia. Realisasi program PKE ini telah menghasilkan devisa senilai 4,18 juta dolar AS atau setara Rp66,3 triliun.
Lebih dari 29 jenis komoditas/produk, termasuk pesawat terbang, kereta api, vaksin, alat kesehatan, furnitur, makanan olahan, dan produk kimia, telah diekspor melalui program ini.
(Feby Novalius)