JAKARTA – Pemerintah masih melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif impor yang saat ini dikenakan terhadap produk ekspor Indonesia sebesar 19 persen. Negosiasi dilakukan agar tarif impor tersebut dapat menjadi 0 persen.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan banyak produk asal Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh Amerika Serikat dan tidak bisa diproduksi secara lokal di sana. Hal ini membuka peluang agar produk-produk tersebut mendapatkan perlakuan tarif khusus.
“Ada beberapa produk komoditas kita yang, istilahnya, Amerika itu sangat membutuhkannya, tidak bisa diproduksi di sana, tapi sangat reliable kalau diekspor dari Indonesia. Itu kita nego supaya tarifnya 0 persen,” ujar Susiwijono saat ditemui di kantornya, Jumat (18/7/2025).
Produk-produk yang sedang diajukan untuk negosiasi tarif 0 persen antara lain CPO (crude palm oil), kopi, kakao, dan nikel. Susiwijono menegaskan bahwa proses negosiasi masih berlangsung dengan United States Trade Representative (USTR) dan masih ada peluang untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan bagi Indonesia.
“Jadi tidak semuanya kena tarif resiprokal yang final 19 persen. Kita masih nego banyak sekali, dan mudah-mudahan itu bisa 0 persen,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam kesepakatan sebelumnya, dari total 11.552 pos tarif HS (Harmonized System) yang masuk ke Indonesia, sebanyak 11.474 pos, atau sekitar 99 persen, telah ditetapkan dengan tarif impor 0 persen.
Menurutnya, hal ini bukan sesuatu yang luar biasa karena sudah menjadi skema umum dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) yang dijalin Indonesia, baik dengan negara-negara ASEAN maupun mitra lainnya.
“Dengan ASEAN saja lewat ATIGA, lebih dari 90 persen sudah 0 persen. Dengan Australia 94–95 persen juga sudah 0 persen. Jepang lewat IJ-CEPA juga sudah 91 persen perdagangan ke kita tarifnya 0 persen,” jelas Susiwijono.
Dia juga menekankan bahwa tarif 19 persen dari Amerika Serikat tidak bisa langsung dibandingkan dengan tarif 0 persen yang diterapkan Indonesia kepada AS.
Menurutnya, skema perdagangan internasional harus dilihat secara menyeluruh, termasuk latar belakang perjanjian dan posisi neraca perdagangan masing-masing negara.
“Di antara semua negara ASEAN yang mencatat defisit perdagangan ke Amerika, kita itu yang paling rendah. Bahkan dibandingkan negara-negara lain di luar ASEAN pun kita masih sangat kompetitif,” pungkasnya.
Dengan demikian, pemerintah berharap hasil negosiasi lanjutan ini dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi produk ekspor Indonesia untuk menembus pasar Amerika Serikat, sekaligus menjaga daya saing dan kinerja perdagangan nasional di tengah dinamika global yang penuh tantangan.
(Feby Novalius)