JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia menghentikan impor beras di tengah krisis pangan global.
Sementara negara-negara maju seperti Jepang menghadapi lonjakan harga beras hingga 90,7 persen pada Juli 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu – tertinggi sejak 1971 – hingga masyarakat setempat harus antre untuk membeli beras murah, Indonesia justru mampu menjaga ketahanan pangan dengan produksi dalam negeri yang kuat.
“Alhamdulillah, kita patut bersyukur stok beras dalam negeri sangat cukup, sehingga tahun ini kita tidak impor beras. Hingga Agustus ini stok beras aman dan produksi on the track terus meningkat. Di Jepang, harga beras melonjak 90,7 persen pada Juli 2025, tertinggi sejak 1971, hingga rakyatnya antre untuk mendapatkan beras murah. Sementara itu, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dari produksi sendiri. Ini capaian luar biasa,” ujar Mentan Amran dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (24/8/2025).
Berdasarkan data FAO, USDA, dan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional melonjak dari 30,62 juta ton pada 2024 dan diperkirakan mencapai 33,8–35,6 juta ton pada 2025.
Cadangan beras pemerintah juga mencapai rekor tertinggi dalam 57 tahun, yakni 4,2 juta ton, jauh melampaui stok tahun lalu yang hanya sekitar 1 juta ton.
“Dulu kita defisit stok dan terpaksa impor 7 juta ton pada 2023 dan 3–4 juta ton pada 2024. Kini, stok kita tertinggi dalam sejarah, dan dunia mengakui ketahanan pangan Indonesia. FAO dan Departemen Pertanian Amerika memuji capaian ini,” ungkapnya.
Amran menambahkan, panen kedua pada September 2025 akan semakin memperkuat pasokan, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan beras.
Keberhasilan ini juga ditopang oleh pembenahan tata kelola di sektor pertanian. Skor Reformasi Birokrasi meningkat dari 79,4 (2020) menjadi 85,12 (2025). Survei Penilaian Integritas naik dari 66,78 menjadi 74,46.
Laporan keuangan Kementerian Pertanian kini konsisten meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dari sebelumnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Pemerintah juga memperketat pengawasan terhadap praktik oplosan beras. Hasil investigasi menemukan 212 dari 268 merek beras premium tidak sesuai standar.
“Ini sudah kami laporkan ke penegak hukum untuk ditindak tegas. Jangan ada yang memelintir seolah kami tidak peduli konsumen. Justru karena kami ingin keadilan, kami berani melawan mafia pangan!,” tegasnya.
Dengan stok beras melimpah, harga yang mulai stabil, dan produksi dalam negeri yang kuat, Indonesia kini diakui sebagai kekuatan pertanian global.
Kebijakan stop impor beras sejak awal 2025 bukan hanya menjaga stok dalam negeri, tetapi juga memengaruhi harga beras dunia, yang kini turun ke level terendah dalam 8 tahun, yakni USD 372,50 per ton untuk beras putih 5% pecah asal Thailand.
Kontras dengan Jepang, di mana harga beras naik 90,7 persen pada Juli 2025 (tertinggi sejak 1971) hingga masyarakat harus antre untuk beras murah, Indonesia justru menunjukkan ketahanan pangan yang tangguh.
“Stok kita besar, harga mulai turun, petani sejahtera, dan impor berhenti. Ini kado untuk bangsa. Saya tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan untuk petani dan masyarakat, meski banyak pihak yang terganggu. Bersama-sama, kita wujudkan kedaulatan pangan untuk masa depan Indonesia,” ungkapnya.
Dia mengajak masyarakat ikut mengawasi distribusi beras SPHP agar manfaatnya benar-benar sampai ke rakyat kecil, sekaligus memastikan petani tetap bangga menjalani profesinya.
Dengan langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas pangan, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai negara dengan ketahanan pangan kelas dunia.
(Taufik Fajar)