JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa. Sejumlah agenda mendesak pun menanti untuk segera dijalankan oleh Menteri Keuangan yang baru.
Menurut Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, pergantian ini merupakan momentum penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal pemerintah.
"Kami menekankan bahwa tugas Menteri Keuangan yang baru sangat mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik," ujar Bhima di Jakarta, Senin (8/9/2025).
CELIOS mengusulkan agar strategi penerimaan pajak dilakukan dengan memperhatikan daya beli masyarakat. Beberapa langkah yang disarankan antara lain:
Penurunan tarif PPN menjadi 8 persen,
Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7 juta per bulan,
Penerapan pajak produksi batu bara, pajak windfall profit, dan pajak kekayaan sebesar 2 persen untuk kelompok super kaya.
"Pajak 2 persen atas aset orang super kaya penting dilakukan untuk menekan ketimpangan sekaligus memperbesar penerimaan negara," jelas Bhima.
Bhima juga menekankan bahwa efisiensi anggaran harus dilakukan berdasarkan kajian makroekonomi yang transparan.
CELIOS meminta evaluasi ulang terhadap efisiensi yang dilakukan pada era Sri Mulyani, karena dinilai menimbulkan guncangan pada dana transfer daerah dan kenaikan pajak daerah.
Restrukturisasi utang diperlukan untuk menekan beban bunga. CELIOS menyarankan beberapa instrumen:
Debt swap for energy transition,
Debt swap for nature,
Debt cancellation terhadap utang yang dianggap tidak produktif atau merugikan.
CELIOS mendesak pencopotan wakil menteri dan pejabat Kementerian Keuangan yang merangkap jabatan di BUMN.
"Rangkap jabatan Wamen bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan berpotensi menciptakan konflik kepentingan," tegas Bhima.
Evaluasi menyeluruh atas belanja perpajakan juga dianggap mendesak. CELIOS mendorong adanya:
Audit atas perusahaan penerima tax holiday dan tax allowances,
Transparansi dalam pemberian insentif fiskal secara berkala.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menambahkan bahwa insentif fiskal tidak boleh memperburuk ketimpangan antara korporasi besar dan UMKM.
“Perusahaan yang telah mendapatkan tax holiday dan tax allowances wajib diaudit, baik laporan keuangannya maupun dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja,” tegas Nailul.
(Feby Novalius)