Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Rokok Ilegal Tak Hanya Bisa Diberantas dengan Menahan Kenaikan Tarif Cukai

Feby Novalius , Jurnalis-Senin, 20 Oktober 2025 |22:02 WIB
Rokok Ilegal Tak Hanya Bisa Diberantas dengan Menahan Kenaikan Tarif Cukai
Kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia masih menjadi sorotan. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA – Kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia masih menjadi sorotan, meski pemerintah sudah memutuskan tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026. Beban pajak yang sudah sangat tinggi menjadi pemicu maraknya peredaran rokok ilegal di Tanah Air.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa keputusan untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2026 diambil guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan sosial. Pemerintah berkomitmen menjaga keberlangsungan industri legal sekaligus memperkuat pengawasan terhadap rokok ilegal.

“Kita tidak ingin industri tembakau mati, tetapi juga tidak boleh dikuasai oleh pelaku ilegal. Pemerintah akan menyeimbangkan antara penerimaan negara dan keberlangsungan ekonomi masyarakat,” ujar Purbaya, Senin (20/10/2025).

Menyikapi hal tersebut, Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), K. Mudi, menilai keputusan menahan kenaikan cukai merupakan kebijakan realistis di tengah kondisi industri yang sedang lesu.

“Salah satu upaya menyelamatkan industri tembakau saat ini adalah dengan tidak menaikkan cukai terlebih dahulu. Penjualan rokok kita sedang tidak baik-baik saja dan rokok ilegal merajalela sehingga kebijakan cukai ini perlu diperbaiki,” ujar Mudi.

Mudi menambahkan, stabilitas kebijakan cukai dapat memberi waktu bagi industri untuk memulihkan daya serap tenaga kerja dan bahan baku dari petani. Ia juga berharap pemerintah memperkuat pengawasan di lapangan agar kebijakan ini benar-benar efektif memberantas peredaran rokok ilegal.

Data Euromonitor mencatat, 58 dari 83 negara mengalami lonjakan peredaran rokok ilegal dengan rata-rata pertumbuhan 13% per tahun. Negara dengan beban pajak tembakau di atas 60% umumnya menghadapi tingkat peredaran rokok ilegal yang lebih tinggi, kondisi yang kini menjadi tantangan serupa bagi Indonesia.

Di kawasan ASEAN, beban cukai dan pajak rokok Indonesia tercatat tinggi. Totalnya mencapai sekitar 67% untuk satu batang rokok.

 

Sebagai contoh yang paling relevan, satu batang Sigaret Kretek Mesin (SKM), segmen terbesar dan yang paling banyak disusupi produk ilegal, memiliki komponen cukai 52 persen, pajak rokok sebesar 10 persen dari tarif cukai, serta PPN 9,9 persen dari Harga Jual Eceran (HJE) yang ditetapkan oleh Pemerintah. Angka ini jauh di atas rata-rata kawasan yang berkisar 55 persen.

Sementara itu, Peneliti dari Universitas Padjadjaran, Satriya Wibawa, menyebut tingginya tarif cukai justru berimbas pada pergeseran konsumsi ke produk ilegal yang lebih murah. “Harga rokok legal di pasaran sudah tidak lagi terjangkau oleh masyarakat. Kondisi ini membuka ruang bagi produsen dan pengedar rokok ilegal untuk mengisi celah pasar yang ditinggalkan produk legal yang berpita cukai,” ujar Satriya kepada wartawan, Senin (20/10).

Satriya menambahkan, kebijakan CHT yang terlalu berat memang bisa menekan konsumsi, tapi juga memukul industri tembakau dari sisi produksi dan tenaga kerja.

“Produksi menurun, bahan baku dari petani tidak terserap maksimal, dan pada akhirnya industri menekan jumlah tenaga kerja yang berakibat pada lesunya industri dan maraknya rokok ilegal,” jelasnya.

Satriya menilai, evaluasi kebijakan cukai perlu dilakukan secara menyeluruh agar tidak hanya berpihak pada aspek fiskal, tetapi juga memperhatikan dinamika sosial-ekonomi.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement