JAKARTA – Selisih data simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi sorotan publik. Baik kepala daerah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maupun Bank Indonesia (BI) memiliki klaim masing-masing terkait perbedaan data tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa turut menanggapi sanggahan yang disampaikan oleh Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Namun, Purbaya mengaku enggan duduk bersama pemerintah daerah untuk membahas polemik perbedaan data dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di perbankan.
Berikut fakta-fakta menarik terkait selisih data simpanan Pemda yang menjadi sorotan, Sabtu (25/10/2025):
Mendagri Tito Karnavian melaporkan kepada Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa bahwa terdapat selisih sekitar Rp18 triliun antara catatan BI (Rp233,97 triliun per September 2025) dengan hasil pengecekan Kemendagri ke rekening kas daerah (Rp215 triliun).
Tito bahkan menilai data BI kurang valid, mencontohkan simpanan Pemkot Banjarbaru yang tercatat oleh BI sebesar Rp5,16 triliun, padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota tersebut tidak mencapai Rp5 triliun.
Bank Indonesia merespons soal keabsahan data simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan. BI menegaskan bahwa data yang dipublikasikan merupakan hasil kompilasi dan verifikasi ketat dari laporan seluruh bank.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan mekanisme pengumpulan data yang digunakan bank sentral, yang menjamin data tersebut bersifat agregat dan terverifikasi.
“Sehubungan dengan pemberitaan data simpanan Pemda di perbankan, dapat kami sampaikan bahwa Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank,” kata Ramdan.
Ramdan menambahkan, bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor.
“Selanjutnya Bank Indonesia melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan,” tegasnya.
Alih-alih meragukan data BI, Purbaya justru menyambut data Mendagri dengan kecurigaan. Ia menduga selisih Rp18 triliun tersebut mungkin disebabkan oleh kesalahan pencatatan di tingkat Pemda sendiri.
“Justru saya jadi bertanya-tanya, Rp18 triliun itu ke mana, karena kalau bank sentral pasti ngikut itu dari bank-bank di seluruh Indonesia. Kalau di Pemda kurang Rp18 triliun, mungkin Pemda kurang teliti ngitung atau nulisnya, Pak, karena kalau BI sudah di sistem semuanya,” ujar Purbaya.
Menkeu meminta Mendagri untuk menginvestigasi selisih tersebut dengan harapan dana itu telah digunakan Pemda untuk menggerakkan perekonomian daerah.
Purbaya menegaskan bahwa data yang dicatat oleh bank sentral seharusnya menjadi acuan yang benar dan meminta para kepala daerah untuk meninjau kembali pencatatan kas mereka.
“Itu data dari BI, sudah dicek sama BI, harusnya betul. Mereka harus cek lagi dana di perbankannya seperti apa,” ujar Purbaya saat ditemui di kantornya.