Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

RI Belajar dari Kongo Soal Pasar Karbon Berbasis Hutan Tropis

Feby Novalius , Jurnalis-Kamis, 13 November 2025 |15:32 WIB
RI Belajar dari Kongo Soal Pasar Karbon Berbasis Hutan Tropis
Wamenhut Rohmat Marzuki melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup Kongo, Marie Nyange Ndambo. (Foto: Okezone.com/Kemenhut)
A
A
A

JAKARTA - Indonesia dan Republik Demokratik Kongo memperkuat kerja sama pembangunan pasar karbon berintegritas tinggi dari pengelolaan hutan tropis. Kerja sama ini dilakukan di sela rangkaian kegiatan KTT Iklim COP 30 di Belem, Brasil.

Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Republik Demokratik Kongo, Marie Nyange Ndambo. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia memuji Republik Demokratik Kongo atas pengembangan pasar karbon berintegritas tinggi dan pengelolaan hutan tropis secara berkelanjutan.

Indonesia mengapresiasi Kongo dalam membangun tata kelola pasar karbon melalui pembentukan Autorité de Régulation des Marchés du Carbone (ARMCA) di Republik Demokratik Kongo, yang menjadi tonggak penting dalam tata kelola pasar karbon nasional negara tersebut.

“Ini merupakan langkah maju yang luar biasa dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi dan memperkuat tata kelola hutan. Indonesia menghargai kepemimpinan DRC di kawasan Basin Kongo,” ujar Wamen, Kamis (13/11/2025).

Wamen lebih lanjut menjelaskan, Indonesia terus memperkuat kebijakan pasar karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025, yang menempatkan perdagangan karbon sebagai instrumen utama menuju pertumbuhan hijau dan ekonomi rendah karbon. Dalam kerangka tersebut, unit karbon yang dihasilkan dari solusi berbasis alam seperti reboisasi, restorasi mangrove, dan agroforestri dapat diperdagangkan secara domestik maupun internasional.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini, Indonesia tengah menyempurnakan sejumlah regulasi sektoral, termasuk revisi Peraturan No. 7/2023 tentang perdagangan karbon di sektor kehutanan; Peraturan No. 8/2021 tentang zonasi dan pengelolaan hutan; Peraturan No. 9/2021 tentang kehutanan sosial; serta peraturan baru tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi. Reformasi ini mengubah nilai ekonomi karbon hutan menjadi mesin baru pertumbuhan hijau dan inklusif.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Presiden Republik Indonesia untuk merehabilitasi 10 juta hektare lahan terdegradasi dan kritis sebagai bagian dari agenda nasional FOLU Net Sink 2030, di mana sektor kehutanan diharapkan menjadi penyerap bersih emisi karbon pada tahun 2030. Indonesia juga mengembangkan bioenergi berbasis kelapa sawit dengan potensi hingga 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menurunkan ketergantungan impor bahan bakar hingga 50 persen.

Selain itu, program perhutanan sosial menjadi salah satu prioritas dalam pemberdayaan masyarakat. Hingga kini, lebih dari 8,4 juta hektare hutan sosial telah diberikan akses kelola kepada masyarakat, menciptakan 5,6 juta lapangan kerja hijau bagi 1,4 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Komitmen terhadap pengakuan hutan adat juga diperkuat melalui pembentukan Tim Satuan Tugas Percepatan Penetapan Hutan Adat, yang telah memfasilitasi pengakuan atas 70.688 hektare, dengan target 1,4 juta hektare pada tahun 2029.

Melalui semua upaya ini, Indonesia berupaya menempatkan diri sebagai pusat global untuk pengembangan pasar karbon berkelanjutan, yang terbuka untuk bekerja sama dengan mitra internasional guna memastikan integritas dan keselarasan dengan standar global.

 

“Baru-baru ini, Indonesia menandatangani MoU dengan Asosiasi Perdagangan Emisi Internasional (IETA) dan Dewan Integritas Pasar Karbon Sukarela (ICVCM). Kemitraan ini berfokus pada pembangunan kapasitas, kolaborasi teknis, dan keterlibatan sektor swasta — elemen-elemen penting untuk pasar karbon yang kredibel dan terhubung secara global,” jelas Wamenhut.

Dalam kesempatan tersebut, Wamen juga menegaskan pentingnya memperkuat kerja sama Selatan–Selatan di bidang kehutanan. Indonesia dan Kongo sebelumnya telah berkolaborasi melalui Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (ITPC) dan Inisiatif Lahan Gambut Global, yang memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan penelitian antarnegara tropis.

“Berlandaskan fondasi ini, Indonesia siap berkolaborasi dengan Republik Demokratik Kongo dalam memperkuat pasar karbon di sektor kehutanan. Kami berbagi komitmen yang sama: melindungi hutan tropis sambil mendorong kemakmuran ekonomi dan sosial,” pungkas Wamen Rohmat Marzuki.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement