Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengintip Kekuatan Industri Tekstil Hadapi Tekanan Produk Impor dan Harga Murah

Feby Novalius , Jurnalis-Kamis, 20 November 2025 |16:22 WIB
Mengintip Kekuatan Industri Tekstil Hadapi Tekanan Produk Impor dan Harga Murah
Industri tekstil Indonesia dinilai tetap strategis meski tertekan oleh banjir produk impor murah dan tekstil bekas. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Industri tekstil Indonesia dinilai tetap strategis meski tertekan oleh banjir produk impor murah dan tekstil bekas. Industri ini masih bisa bangkit, asalkan pabrik beradaptasi dengan modernisasi, efisiensi, dan perubahan pasar global.

Menurut Ketua Umum IKA ITT STTT, Riady Madyadinata, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia bukanlah sunset industry. Yang sesungguhnya “sunset” adalah pabrik-pabrik yang tidak efisien, tidak berinvestasi pada mesin baru, dan tidak adaptif terhadap perubahan pasar.

"Di tengah tekanan perlambatan ekonomi global, banjir produk impor, dan biaya energi yang tinggi, industri TPT Indonesia masih menjadi sektor strategis karena mampu menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi signifikan terhadap ekspor nonmigas. Walaupun utilisasi pabrik banyak yang turun ke kisaran 30–50 persen, ketergantungan pada bahan baku impor tetap tinggi," kata Riady, Kamis (20/11/2025).

Dia menuturkan, saat ini memang ada pabrik tekstil yang belum mau melakukan perubahan. Mereka bertahan dengan mesin tua sehingga efisiensinya menurun.

Di sisi lain, ada impor bahan baku wajib yang kurang terukur dan transparan. Padahal, pasokan bahan baku domestik kurang, sehingga impor yang terukur dan transparan justru diperlukan untuk menjaga kelangsungan produksi dan mencegah pembeli global beralih ke negara lain.

"Safeguard wajib dikenakan ketika pasokan domestik oversupply dan industri lokal injury, tetapi ketika pasokan lokal berkurang, impor harus tetap dilakukan dengan kuota yang transparan dan pengawasan yang ketat," kata dia.

 

Riady pun meminta agar pemerintah membuka pasar ekspor baru, mempercepat fasilitasi modernisasi mesin, menurunkan biaya energi dan logistik, menjaga iklim usaha tetap kondusif, memperkuat pendidikan vokasi dan digitalisasi industri, termasuk pengembangan produk tekstil yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (sustainability and green textile).

"Menyelamatkan industri tekstil Indonesia tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi erat antara akademisi, pelaku bisnis, dan pemerintah (ABG) agar industri TPT tidak hanya bertahan, tetapi kembali kompetitif di pasar global,” tegas Riady.

Dengan persoalan yang ada sekarang, kejujuran dan keterbukaan data dari pengusaha pun amat penting, karena nantinya pemerintah dan akademisi dapat membaca kondisi riil ekosistem TPT dan merumuskan solusi yang tepat.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement