Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

UMP DKI Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Ini Respons Pengusaha 

Tangguh Yudha , Jurnalis-Kamis, 25 Desember 2025 |17:49 WIB
UMP DKI Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Ini Respons Pengusaha 
Pengusaha soal UMP DKI 2026 (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar Rp5.729.876. Angka ini naik Rp333.115 atau sekitar 6,17 persen dibandingkan UMP 2025 yang sebesar Rp5.396.761.

Dalam penetapan tersebut, Pemprov DKI Jakarta menggunakan nilai alfa sebesar 0,75 sebagai dasar perhitungan UMP 2026. Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kenaikan UMP  tersebut perlu dicermati secara sangat hati-hati.

Menurut Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, tidak semua sektor usaha berada dalam kondisi yang cukup kuat untuk menyerap tambahan biaya akibat kenaikan upah minimum. 

Dia menilai kenaikan UMP harus dijalankan secara proporsional.

“Dunia usaha memahami bahwa kebijakan pengupahan memiliki tujuan fundamental untuk melindungi pekerja dan menjaga daya beli masyarakat. Namun demikian, kebijakan tersebut perlu dijalankan secara hati-hati dan proporsional, agar tetap selaras dengan kemampuan dunia usaha serta beragamnya kondisi ketenagakerjaan di setiap daerah,” ujarnya, Kamis (25/12/2025).

Shinta menyebut tantangan struktural ketenagakerjaan Indonesia masih besar, dengan jumlah pengangguran sekitar 7,47 juta orang, sekitar 11,56 juta orang setengah menganggur, dan lebih dari 60 persen pekerja berada di sektor informal yang rentan dan minim perlindungan.

 

"Perlu dicermati secara sangat hati-hati karena tidak seluruh sektor usaha saat ini berada dalam kondisi yang cukup kuat untuk menyerap tambahan biaya, khususnya sektor padat karya yang masih menghadapi tekanan permintaan, biaya operasional, dan ketidakpastian ekonomi," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menambahkan, sektor padat karya saat ini menghadapi tekanan tambahan, khususnya bagi perusahaan yang berorientasi ekspor.

Kenaikan tarif ekspor ke Amerika Serikat sebesar 19 persen dinilai turut memberatkan pengusaha karena adanya permintaan pembagian beban biaya antara pembeli dan eksportir.

“Upah padat karya juga tidak mudah, karena dengan tarif baru ke AS ini, (pembeli) itu minta burden sharing, jadi kenaikan tarif 19 persen ini mereka minta bagi rata, sehingga harus ada yang ditanggung oleh eksportir. Nah ini kan terus terang memberatkan juga bagi pengusaha yang di sini, ditambah lagi kenaikan upah minimum,” pungkasnya.

(Taufik Fajar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement