JAKARTA - Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo mengaku diundang dalam Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menentukan bailout Bank Century pada 20-21 November 2008 hanya sebagai narasumber.
"Saya diundang oleh tim KSSK sebagai narasumber untuk memberikan pandangan tentang perbankan. Kebetulan saya hadir bersama Komisaris Utama Bank Mandiri Edwin Gerungan," jelas Agus Martowardojo, selepas penandatanganan sindikasi pinjaman kepada PLN, di Gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Senin (14/12/2009).
Walaupun diundang sebagai narasumber untuk memberikan pandangan tentang perbankan, namun Agus mengaku lupa dalam hal konteks apa dia diundang oleh tim KSSK. Tapi Agus hanya menjelaskan posisinya bisa menjadi Dirut Bank Mandiri, ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dan ketua Dewan Penasehat Perbanas.
Agus juga mengungkapkan keberadaannya dalam rapat tersebut dinilai wajar karena saat itu Bank Mandiri merupakan bank dengan aset terbesar. Namun soal keberadaan Robert Tantular (RT) dalam gedung tersebut, Agus hanya menjelaskan bahwa dia tidak melihat sama sekali sosok RT di ruangan tersebut.
"Sepanjang malam sampai pagi menjelang pulang, saya tidak melihat RT di ruangan itu. Tapi jika RT diundang itu merupakan prosedur yang ada dan atas undangan salah satu instansi bahwa direksi hingga komisaris diminta untuk standby. Namun saya yakin dia tidak ada di ruangan itu," tambah Agus.
Terkait dalam pembicaraan di ruang rapat tersebut, Agus mengaku bahwa langkah penyelamatan Bank Century oleh tim KSSK sudah benar. Meski kondisi Bank Century saat itu kecil namun KSSK meyakini kondisi saat itu krisis, seperti menjelang krisis moneter pada 2007-2008.
Menurutnya secara pribadi maupun sebagai ketua IBI, yakin bahwa penyelamatan Bank Century sudah tepat untuk menghindari dampak lebih besar dari krisis moneter.
Apalagi Menteri Keuangan saat itu sudah menyiapkan likuiditas sebesar Rp15 triliun untuk menjaga perbankan nasional (terutama bank BUMN) agar tidak kekeringan likuiditas. Maklum kondisi nasabah maupun antarbank sudah tidak percaya untuk menempatkan dana di bank. Apalagi kondisi saat itu nilai tukar rupiah merosot menjadi Rp12.000 per USD dan cadangan devisa merosot tajam.
"Pemerintah sudah memberikan dana jaminan kepada BNI, BRI dan Mandiri sebesar masing-masing Rp5 triliun," jelasnya.