Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

6 Provinsi di RI Berpotensi Dibangun PLTMH

6 Provinsi di RI Berpotensi Dibangun PLTMH
ilustrasi. foto: corbis
A
A
A

JAKARTA - Enam provinsi di Indonesia mempunyai potensi tenaga air yang besar dan bisa dimanfaatkan untuk menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Ini dipaparkan dalam buku Rencana Induk Pengembangan Energi Baru Terbarukan (RIPEBAT) 2010-2025, dikutip dalam energi terbarukan dalam situs Kementerian ESDM, di Jakarta, Kamis (14/10/2010).

Enam provinsi tersebut di antaranya Papua, meliputi sungai Memberamo, Derewo, Ballem, Tuuga, Wiriagar/Sun, Kamundan dan Kladuk dengan total potensi mencapai 12.725 megawatt (MW).

Potensi terbesar lainnya yaitu Kalimantan Timur, meliputi sungai Kerayan, Mentarang, Tugu, Mahakam, Boh, Sembakung dan Kelai dengan total potensi mencapai 6.743 MW. Sedangkan empat provinsi lain yang memiliki potensi adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.

Sementara untuk di seluruh Indonesia, potensi energi skala besar dan kecil tidak kurang dari 75.670 MW, dan baru dimanfaatkan sebesar 4.200 MW atau 5,6 persen. Saat ini jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) skala kecil dan besar yang sudah beroperasi 1.941,05 MW, tersebar di 10 lokasi.

PLTA skala besar yang beroperasi dengan kapasitas terbesar terdiri dari tiga PLTA yakni Cirata (1000 MW), Saguling (700 MW) dan Jatiluhur (150 MW).

Pemerintah provinsi Papua dan Sumatera Utara juga berencana untuk membangun PLTA dengan kapasitas masing-masing 2.000 MW dan 763 MW. Saat ini juga tengah berlangsung pembangunan PLTA di Genyem yang berkapasitas 19,2 MW.

Di sisi lain, potensi PLTA skala mini dan mikro yang sudah teridentifikasi adalah 50 MW, sedangkan yang sudah dibangun sebesar 210 MW atau setara dengan 42 persen. Potensi PLTA skala mini dan mikro diduga jauh lebih besar dari angka tersebut diduga lebih dari 500 MW, apalagi jika menggunakan potensi energi hidro skala besar dan kecil.

Kenyataannya, memang banyak terjadi pembangunan PLTMH di lokasi yang sebenarnya memiliki potensi jauh lebih besar dari kapasitas terbangkit dengan berbagai alasan di antaranya sesuai dengan jumlah listrik, biaya investasi, dan sudah dapat dipenuhi oleh sumber daya lokal.

Harga pokok produksi listrik yang dibangkitkan PLTMH sangat kompetitif dibandingkan dengan teknologi pembangkit lainnya, di samping itu teknologi PLTMH sudah dikuasai oleh ahli dan manufaktur lokal. Dengan demikian harganya sudah kompetitif dibandingkan produk import.

Pada awalnya, PLTMH banyak digunakan untuk menyediakan listrik di wilayah terpencil dan belum terjangkau jaringan listrik oleh PLN. Biaya investasi umumnya berasal dari pemerintah, bantuan bilateral atau lembaga donor.

Ketika harga BBM naik, beberapa instalasi dibangun oleh perkebunan swasta guna menggantikan unit pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil, demikian juga ketika pemerintah membuka peluang bagi produsen listrik swasta untuk menjual ke PLN, beberapa investor membangun PLTMH kemudian listrik yang dihasilkan dijual ke PLN.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement