JAKARTA - PT Bumi Resourches Tbk (BUMI) menyebut bahwa di semester pertama, kerugian terbesar yang terjadi di perseroannya karena rugi derivatif dan rugi kurs.
"Perusahaan menegaskan bahwa bagian paling besar dari kerugian kami adalah dari derivatif dan kerugian forex serta dividen minimal yang diterima dari Newmont Nusa Tenggara yang berkaitan dengan menurunnya proyek di lokasi tambang Batu Hijau," ujar Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava dalam siaran pers, Rabu (28/11/2012)
Dileep menambahkan, menurunnya kinerja operasional BUMI karena melemahnya permintaan batu bara dari China, biaya kas meningkat karena kegiatan produksi meningkat, kenaikan biaya bahan bakar dan curah hujan yang tinggi.
"Namun, perusahaan melihat bahwa situasi ini hanya bersifat sementara, yang akan segera meningkatkan dan BUMI siap untuk memaksimalkan kesempatan ketika pasar pulih," jelas dia.
Adapun terkait ekspansi pada kedua anak perusahaan BUMI, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia (Arutmin), dia mengklaim ada kemajuan. Oleh karena itu Perseroan yakin produksi batu baranya tahun ini mencapai 73-75 juta ton batu bara dan mencapai 100 juta ton pada tahun 2014.
"Perusahaan juga terus mencari berbagai opsi untuk mendapatkan uang tunai antara lain monetising aset non-inti dengan harga yang sesuai dan waktu yang tepat dan memperkuat arus kas internal melalui volume penjualan yang lebih tinggi," tambahnya.
Selain itu, BUMI juga mengupayakan cara lain seperti refinancing utang atau bahkan private placement jika dapat menemukan mitra yang tepat.
"Di serangkaian masalah yang dihadapi perusahaan, manajemen mencoba yang terbaik dengan mempersiapkan perusahaan untuk menghadapi realitas baru yang positif,"komentarnya.