JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan menyatakan akan mendorong pembahasan RUU Minyak dan Gas (Migas) bisa diselesaikan sebelum masa periode DPR 2014 berakhir. Apabila tidak, maka nasib sumber daya alam migas Indonesia tidak akan selesai walau ada Pemerintahan baru pasca 2014.
"Sekarang 2013, kita bertekad sebelum Pemilu 2014, revisi UU Migas terselesaikan. Kalau tidak akan jadi beban sejarah menyedihkan kalau ini tak bisa selesai," kata Ketua Kelompok Fraksi (Poksi) Komisi VII PDI-P Daryatmo Mardiyanto, keterangannya, di Jakarta, Selasa (12/2/2013).
Dia menyatakan, pemerintah dan DPR seharusnya malu belum menyelesaikan revisi UU itu sementara Mahkamah Konstitusi sudah dua kali memutus gugatan masyarakat atas substansi UU Migas saat ini. Yang terakhir adalah gugatan yang berujung pada pembubaran BP Migas.
"Judicial review itu sebenarnya mengharuskan kita punya UU baru dalam tata kelola migas. Ini harus jadi usul inisaiatif DPR. Makanya semua fraksi di DPR harus mempersatukan diri agar RUU itu bisa diajukan ke Pemerintah. PDI-P akan berinisiatif optimal dalam penyempurnaan draf RUU-nya," jelasnya.
Untuk semakin mendorong agar revisi UU bisa dilakukan, PDI-P akan mensosialisasikan pentingnya revisi UU itu ke masyarakat melalui rangkaian diskusi publik yang dilakukan.
Dengan itu, kata dia, diharapkan masyarakat menyadari bahwa migas Indonesia sedang tersandera berbagai kondisi dan kebijakan defensif, bukan bertumbuh. Akibatnya, sumber daya alam tak jadi faktor menentukan dalam APBN setiap tahunnya.
"Kita ingin ada kekuatan memaksa kondisi agar diubah, agar bisa sumber daya alam dieksploitasi dengan berbagai ragam. Selama ini sumber daya hanya dagangan, bukan dikelola demi tujuan memakmurkan masyarakat," tuturnya.
Sementara Pakar Energi Benny Lubiantara menyatakan, pemerintah dan DPR memang wajib memperbaharui tata kelola migas paska putusan MK membubarkan BP migas. Namun dia mengingatkan agar disainnya dibuat secara hati-hati sehingga tak membuat industri migas nasional makin tepruruk.
"Model tata kelola itu seyogyanya harus memperhatikan perkembangan dan kecenderungan industri migas global, memahami kenyataan bisnis migas yang high risk dan high return, serta memahami semua model yang cocok diaplikasikan di Indonesia," kata Beny.
Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono mengatakan bahwa Pemerintah dan DPR sebaiknya benar-benar bijak dalam membangun tata kelola migas dalam revisi UU Migas. Misalnya soal sistem kontrak migas, menurutnya, semua pihak harus benar-benar memperhatikan kemampuan kontraktor migas lokal dan tetap memberi peluang bagi bergabungnya kontraktor asing.
Sebab industri migas adalah industri dengan modal besar, teknologi tinggi, serta butuh pengalaman. "Keyakinan saya sekarang ini, kalau posisi regulasi kita terlalu ketat, kita takkan punya bargaining position. Apalagi masih banyak pilihan investasi di negara luar," kata Harjono.
Dia juga mendorong agar revisi UU Migas dibangun dengan mendasarkan pada satu skema besar kebijakan energi nasional. Sebab apabila tidak, maka sama saja tidak akan perbaikan kondisi yang terjadi.
"UU Migas ini harus ada dalam satu skema besar policy energi nasional. Saat lepas dari skema itu, maka susah semuanya," tegas Harjono.