JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Peraturan Bersama Menteri, yakni menteri ESDM, menteri BUMN, dan menteri keuangan terkait rencana pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla telah ditandatangani. Alhasil, proyek tersebut bisa segera dijalankan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, saat ini Joint Operation Contract (JOC) dan Energy Sale Contract (ESC) telah ditandatandangi oleh pihak-pihak terkait seperti Pertamina Geothermal Energi (PGE) dan pembeli, yakni PT PLN juga telah selesai.
Namun, saat ini kedua kontrak tersebut masih menunggu persetujuan dari pihak Sarulla Operation Limited (SOL) terkait pengalihan aset Sarulla ke PGE.
"Kan JOC diamandemen, semua harus diulang. Harga tidak berubah, diteken ulang saja. Jadi yang sudah ditandatangani itu peraturan bersama menteri, terus JOC-nya, dan ESC-nya juga sudah. Semua pihak yang dari kita sudah tanda tangan, tinggal SOL saja. Mereka tunggu juragannya yang mau datang dari Jepang," ungkap Rida, yang ditemui usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Rida menambahkan, pihak SOL masih menunggu kepastian dari Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) terkait pajak pengalihan aset Sarulla tersebut. Rida optimis proyek pengembangan PLTP Sarulla tersebut dapat dijalankan tahun ini.
"Harus, pak menteri kan sudah bilang harus. Kalau semua tanda tangan berarti semua administrasi sudah terpenuhi, harus jalan," tambahnya.
Rida yakin, proyek PLTP Sarulla dapat beroperasi sesuai jadwal yaitu pada 2016 mendatang. Dia meminta petinggi SOL untuk segera datang ke Indonesia dan menandatangani JOC dan ESC agar PLTP Sarulla segera dibangun.
"Targetnya 2016, belum ada mundur kok. Tapi yang penting JOC diteken itu. Kita minta setelah Jepang datang, ya sesegera mungkin. Bulan ini lah," tegas Rida.
Sekedar informasi, PLTP Sarulla seharusnya digarap oleh SOL sejak 2007 lalu. Namun, hingga sekarang belum juga terealisasi karena konsorsium Sarulla tidak bisa menjaminkan aset untuk mendapatkan pinjaman. Padahal PLTP berkapasitas 330 megawatt (mw) ini seharusnya sudah mulai mengalirkan “setrum”-nya sejak tahun lalu.
Saat ini kebutuhan daya pembangkit di wilayah itu sebesar 1.480 megawatt (mw). Sementara beban puncaknya mencapai 1.200 mw. Padahal pertumbuhan permintaan listrik di sana menembus angka 10 persen. PLN dan SOL telah teken perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan harga listrik USD6,7 sen per kilowatt hour (kwh) dengan eskalasi dua persen per tahun.
Awalnya, proyek PLTP Sarulla pada 1994 dikelola oleh Unicoal North Sumatera Geothermal. Namun, kemudian diambil alih PLN pada 2003 karena tidak ada kesepakatan harga dengan pihak Unicoal dengan membayar jaminan arbitrase sebesar USD70 juta.
PLN kemudian melelang proyek ini, serta akhirnya didapat oleh konsorsium SOL, yaitu Medco 37,5 persen, Kyushu Electric (Jepang) 25 persen, Itochu Corporation (Jepang) 25 persen, dan Ormat International.
(Widi Agustian)