Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kasus Bioremediasi Hambat Investasi Hulu Migas

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Jum'at, 10 Mei 2013 |10:54 WIB
Kasus Bioremediasi Hambat Investasi Hulu Migas
A
A
A

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merasa prihatin terhadap kejadian yang menimpa pekerja PT Chevron Pacific Indonesia terkait kasus bioremediasi. Dia khawatir hal tersebut bisa berdampak buruk terhadap iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi Indonesia.

Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro menjelaskan, berdasarkan prinsip kontrak kerja sama, jika memang terbukti ada permasalahan dalam pelaksanaan kontrak maka hal tersebut merupakan permasalahan hukum perdata.

Selain itu, SKK Migas juga telah melakukan suspended account sesuai Pedoman Tata Kerja yaitu seluruh biaya operasi yang terkait bioremediasi telah ditangguhkan sehingga tidak terjadi kerugian Negara.

"Meski demikian, kami meyakini bahwa pekerjaan bioremediasi adalah pekerjaan yang perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan sesuai dengan aturan yang ada di Kementrian Lingkungan Hidup," ujar Elan dalam laporan tertulisnya, Jakarta, Jumat (10/5/2013).

Dia mengkhawatirkan kasus bioremediasi Chevron dapat mengganggu iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi yang pada akhirnya dapat menghambat upaya Pemerintah untuk menaikkan produksi serta meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi nasional.

"Kepada para pekerja Chevron. Kami menyampaikan empati yang sebesar-besarnya. Kami juga berharap pekerja Chevron tidak perlu berkecil hati dan tetap bekerja dengan baik," jelasnya.

Pengadilan Tipikor memvonis tersangka Riscky Prematuri lima tahun penjara dan denda Rp200 juta dan  tersangka Herlan bin Ompu enam tahun dan denda Rp250 juta. Keduanya juga dikenakan kewajiban mengembalikan kerugian negara sebesar sekitar USD9,9 juta.

Keduanya adalah pimpinan perusahaan jasa bioremediasi (PT Green Planet dan PT Sumigita) di lapangan minyak KKKS Chevron Pacific Indonesia. Vonis ini membuat kekhawatiran para pelaku industri hulu migas baik pekerja KKKS dan pekerja perusahaan pendukung industri hulu migas.

"Hal ini tentunya akan sangat mengganggu operasional eksplorasi dan eksploitasi migas yang saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan laju produksi migas untuk penyediaan energi nasional dan pemasukan devisa negara dan membuat pekerja hulu migas khawatir suatu saat bisa terkena kasus yang sama yang mereka anggap merupakan kriminalisasi dari suatu perkara perdata menjadi perkara pidana," tandas Elan.

Sebelumnya, President Indonesian Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz mengatakan kasus bioremediasi CPI seharusnya dengan hukum perdata bukan dibawa ke kasus pidana.

"Harusnya ini perdata lalu kenapa dibawa ke kasus pidana? Ini tidak membantu kepada perbaikan iklim investasi lalu karyawan migas merasa tidak ada kepastian. Padahal yang kita butuhkan adalah kepastian hukum," ujar Lukman. (wan)

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement