JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mahendra Siregar mengatakan, salah satu faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah akhir-akhir ini adalah adanya informasi bank sentral AS (the Fed) akan mengurangi penggelontoran likuiditas.
Kebijakan moneter itu dinilai memicu likuiditas di AS yang selama ini mengalir ke seluruh negara di dunia termasuk negara berkembang, kembali ditarik. Demikian dikatakan oleh Mahendra dalam diskusi yang dilakukan bersama wartawan di Kantor Kemenkeu, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2013).
"Kita tahu bahwa ada informasi tentang kemungkinan bank sentral AS atau the Fed mengurangi kebijakan penggelontoran likuiditasnya yang disebut QE, yang telah menyebabkan banyak likuiditas yang selama ini mengalir dari AS ke seluruh dunia. Itu dikonsolidasikan kembali ke luar dari negara-negara yang lain termasuk negara-negara berkembang kembali ke AS," ungkap Mahendra.
Mahendra mengibaratkan penggelontoran likuiditas (QE) yang dilakukan the Fed sebagai sebuah obat untuk menyembuhkan bagi kelesuan ekonomi. “Tetapi sebenarnya bukan menjadi obat yang langsung untuk penyakit tertentu, yakni kelesuan ekonomi, tapi obat kerangka waktu tambahan untuk pasien agar tidak terlalu parah sakitnya, sehingga dia mendapat obat lebih tepat terkait dengan sektor riil, fiskal, dan restrukturisasi yang dibutuhkan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, selama ini AS belum mendapat obat yang sebenarnya, sehingga the Fed memberikan obat sementara dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap obat tersebut.
Mahendra mengatakan, dari awal pihaknya sudah mengantisipasi bahwa saat QE dihentikan, maka akan mengakibatkan gejolak karena pengaruh yang begitu besar yang digelontorkan AS seperti yang terjadi belakangan ini.
Pihaknya memandang, semakin cepat QE dihentikan akan lebih baik dan pertumbuhan ekonomi AS akan tumbuh karena didorong oleh sektor riil yang menguat dan restrukturisasi fiskal.
"Kami berpandangan semakin cepat QE itu dihentikan, dan kemudian pertumbuhan ekonomi AS memang betul-betul tumbuh karena didorong sektor riil yang menguat dan restrukturisasi fiskal serta mengatasi defisitnya, akan lebih baik lagi,” tuturnya.
(Widi Agustian)