BERBEDA dengan KPR (kredit pemilikan rumah) yang dikeluarkan bank, pada kredit in-house, pengembang yang menjadi inisiator, walau kadang ada bank ataupun lembaga pembiayaan lain yang terlibat dalam kredit in-house.
Semua hal sedari perjanjian jual-beli sampai pembayaran cicilan, dilakukan antara konsumen dan developer.
Pernah membaca iklan properti berbunyi “Angsuran 50 kali tanpa DP”? Iklan itu merujuk pada satu proyek pembangunan rumah yang sedang dalam proses. Artinya, rumah itu bisa dimiliki dengan angsuran selama 50 kali dan tanpa uang muka. Iklan itu adalah tawaran kredit in-house dari developer. Urusan perjanjian jual-beli rumah hanya melibatkan dua pihak, yakni pembeli dan pengembang. Artinya, bank sama sekali tak terlibat di sini. Pembeli hanya berhubungan dengan developer.
Secara umum, pengertian beli rumah kredit inhouse adalah skema mekanisme pembayaran rumah kepada developer dengan cara mengangsur. Bisa disebut pula kredit in-house merupakan pembelian rumah dengan metode cash atau tunai, langsung mencicil ke pengembang. Rata-rata metode ini diminati masyarakat menengah ke atas.
Ya jelas, cicilannya lumayan tinggi karena dihitung dari harga rumah dibagi dengan lamanya masa cicilan. Lalu apa saja manfaat dari skema kredit in-house ? Pertama, tidak ada DP. Uang muka tak ada keharusan di sini. Namun, developer biasanya minta booking fee dibayarkan sebagai tanda jadi pembeli serius memboyong unit yang ditawarkan.
Juga tak ada bunga. Kredit in-house bukan produk bank yang artinya tak ada pengenaan bunga di sini. Beda sama KPR di mana bank memungut bunga dari kredit yang dicairkan. Selain itu, prosedur lebih pendek. Kredit in-house hanya melibatkan pembeli dan pengembang. Artinya, prosedur yang mesti dilewati lebih ringkas. Beda sama bank yang prosedurnya lumayan panjang dan makan waktu.