NUSA DUA - Kebutuhan data untuk menunjang perputaran roda ekonomi di Indonesia saat ini terus ditingkatkan. Pasalnya, tanpa data tersebut Indonesia bisa terjebak krisis seperti yang terjadi pada periode 1997-1998.
Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan, pada periode 1997-1998 Indonesia menghadapi krisis yang luar biasa. Kala itu Rupiah tertekan hampir menembus Rp16.000 per USD.
"Itu karena banyak faktor, seperti cadangan devisa kita yang belum kuat, kemudian juga kita di Bank Indonesia kekurangan data yang kita perlukan," katanya di acara Regional Statistic Conference (RSC), Rabu (22/3/2017).
"Kita merasakan tekanan kenapa begitu besar, ternyata kita belum bangun data utang luar negeri swasta," tambah dia.
Sugeng menjelaskan, pada waktu itu banyak korporasi yang punya utang luar negeri yang cukup besar. Hal ini lantaran sebelum krisis Indonesia dinilai sebagai ekonomi yang hebat.