JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan ada kenaikan ekspor pada Juli sebesar 39,55 persen ke angka USD17,43 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Namun, dibandingkan ekspor pada bulan sebelumnya, terdapat penurunan sebesar 5,23 persen. Penurunan tertinggi terjadi pada ekspor nonmigas sebesar 7,93 persen, dari USD14,90 miliar ke angka USD13,62 miliar. Sedangkan ekspor migas dari USD3,69 miliar menjadi USD3,80 miliar.
Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan tidak perlu khawatir terhadap penurunan nilai ekspor ini. "Meskipun turun tetap tinggi, kalau dibandingkan Juli tahun lalu masih lebih tinggi," jelas Rusman di kantor pusat BPS, Jalan Pasar Baru, Jakarta, Senin (5/9/2011).
Dijelaskannya, penurunan ekpor ini akibat kebijakan pemerintah menahan eskpor Crude Palm Oil (CPO) dengan cara menaikkan pajaknya. Hal ini, kata dia, dilakukan untuk menjaga harga minyak goreng dalam negeri terutama menjelang Lebaran ini. "Karenanya minyak goreng dalam negeri tidak mengalami kenaikan menjelang Lebaran," jelasnya.
Lebih jauh, Rusman mengatakan, ada kecenderungan para pengusaha lebih memilih untuk mengekspor CPO karena lebih menguntungkan.
Sekadar informasi, pada tujuh bulan terakir ini ekspor mencatatkan pendapatan USD116,04 miliar atau naik 36,51 persen. Sementara, ekpor nonmigas sebesar USD92,66 miliar dengan pendapatan terbesar berasal dari batu bara USD14,65 miliar dan CPO USD11,49 miliar.
Dengan pangsa pasar ekspor Indonesia pada China sebesar USD10,92 miliar, Jepang USD10,44 miliar, dan Amerika Serikat (AS) sebesar USD9,26 miliar.
(Andina Meryani)