JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau stabil di kisaran Rp9.463-Rp9.468 per USD. Hal ini karena adanya intervensi yang terus dilakukan guna menahan tekanan dari dolar AS.
Bloomberg mencatat, rupiah melemah 54 poin, namun tetap stabil di kisaran Rp9.468 per USD. Adapun level pergerakan rupiah, berada di kisaran Rp9.395-Rp9.500 per USD. Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah tetap stabil, dan berada di kisaran Rp9.463 per USD dengan pergerakan harian di kisaran Rp9.416-Rp9.510 per USD.
Analis Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih dalam risetnya mengatakan, sentimen global masih sangat labil dan begitu khawatir dengan perkembangan di Spanyol yang tampaknya akan menjadi korban krisis berikutnya. Meski demikian, rupiah masih akan stabil karena masih dalam penjagaan BI.
Di sisi lain, ada beberapa isu yang saat ini sedang dicermati oleh investor, seperti lelang Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp5 triliun untuk empat seri. Lelang ini, masih akan diminati investor tetapi investor akan meminta imbal hasil lebih tinggi dari yang ada di pasar sekunder untuk tenor yang sama.
"Per 22 Mei lalu telah dicapai 55 persen dari target total senilai Rp271,6 triliun dari penerbitan SUN (kotor). Lelang ini membantu mengurangi tekanan pelemahan rupiah," jelas dia, Selasa (5/6/2012).
Selain itu, sentimen negatif datang dari perbankan Spanyol, yang sedang mencari pendanaan dari UE dan IMF. Para bankir di Spanyol mulai gencar meminta bantuan dalam skema UE (EFSF dan ESM) dan IMF, pasca nasionalisasi Bankia bulan lalu.
"Para bankir meragukan kemampuan pemerintah Spanyol untuk bisa memberikan dana talangan sekira 75 miliar euro pada bank-bank Spanyol yang mulai kekurangan permodalan," kata dia.
Total kebutuhan Spanyol, baik untuk pemerintah dan rekapitalisasi perbankan, diperkirakan bisa mencapai 350 miliar euro. Kondisi di Spanyol yang memburuk ini menjadikan kekawatiran Spanyol dengan PDB 5 kali lebih besar dari Yunani, menjadi korban berikutnya semakin besar.
Kemudian, perekonomian AS yang mulai serius melambat karena data factory orders April, kembali turun di bawah perkiraan. Ini menjadi indikasi melemahnya sektor manufaktur di AS. "Penurunan ini mengonfirmasi perlambatan ekonomi AS yang serius. Perlambatan sebagai efek melambatnya negara mitra dagang utama AS yaitu UE, Jepang dan Cina," tukas dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)