JAKARTA - PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) tengah mengkaji untuk melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Sebelumnya, PN Jakpus telah memberikan putusan sela yang menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara gugatan pembatalan putusa artibtrase London yang diajukan perseroan bersama PT Daya Mandiri Resources Indonesia.
"Perseroan sedang mempertimbangkan untuk melakukan banding atas putusan PN Jakpustersebut dan akan diajukan setelah salinan resmi dari putusan PN Jakpus itu kamu terima," jelas jelas Corporate Secretary KARK Deni Hidayat, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (5/11/2012).
Perusahaan asal Swiss, SUEK AG, yang mengajukan gugatan pailit terhadap Dayaindo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Padahal. jika hakim mengabulkan gugatan SUEK, Dayaindo bisa bangkrut.
Sebelumnya, Kuasa Hukum SUEK AG Gita Petrimalia menjelaskan, pangkal masalah gugatan pailit itu bermula dari perjanjian jual beli batu bara jenis steam coal antara anak usaha Dayaindo, PT Risna Karya Wardhana Mandiri dengan SUEK AG. Keduanya meneken kontrak tersebut di 2010.
Menurut versi SUEK AG, Risna gagal memenuhi penyediaan batu bara. Padahal, menurut Gita, SUEK sudah telanjur menyewa dan mengirimkan kapal pengangkut batu bara ke Indonesia. SUEK mengklaim rugi USD1 juta karena harus membayar sewa kapal pengangkut batu bara.
Gita menambahkan, SUEK dan Risna pun sempat membuat perjanjian baru. Isinya antara lain Risna akan mengganti kerugian SUEK AG senilai USD1 juta dan mengirim pasokan batu bara.
Nah, dalam perjanjian yang baru inilah, Dayaindo, tercatat sebagai penjamin Risna Karya. Maksudnya, Dayaindo akan mengambil alih kewajiban Risna Karya jika gagal memenuhi janjinya.
Persoalannya, anak usaha Dayaindo tak memenuhi kewajibannya. SUEK lantas mengajukan gugatan ke mahkamah arbitrase di London. Hasilnya, trader batu bara asal Swiss ini memenangkan gugatan.
Risna Karya dan Dayaindo wajib membayar ganti rugi. SUEK mendaftarkan putusan arbitrase ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, agar putusan itu bisa dieksekusi pejabat di Indonesia. SUEK tak kunjung menerima pembayaran dari Dayaindo. Kesabaran SUEK pun habis, sehingga memilih menggugat pailit Dayaindo.
(Widi Agustian)