JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad menyesalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bersifat fluktuatif, karena kondisi tersebut menyebabkan masyarakat tidak siap dalam menghadapi perubahan harga beragam komoditas pokok.
Oleh karenanya, perlu ada kebijakan khusus dari Pemerintah dalam mengontrol harga akibat pengaruh kenaikan harga BBM.
“Belum optimalnya komunikasi publik terkait kenaikan BBM dan lemahnya manajemen pengelolaan harga BBM ditengarai menjadi salah satu sebab kebijakan fluktuasi harga BBM belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat," ucap Farouk dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Tepat pukul 00.00 WIB, Sabtu 28 Maret 2015, pemerintah kembali menaikkan harga BBM. Harga BBM Premium untuk daerah penugasan Jawa Madura dan Bali (Jamali) naik menjadi Rp7.400 per liter atau mengalami kenaikan sebesar Rp500 per liter dibandingkan harga pada tanggal 1 Maret 2015 sebesar Rp6.900 per liter. Sedangkan untuk daerah penugasan di luar Jamali ditetapkan sebesar Rp7.300 per liter. Sedangkan solar bersubsidi naik dari Rp6.400 per liter menjadi Rp6.900 per liter.
“Belajar dari pengalaman beberapa bulan yang lalu, ketika pertama kali pemerintah menaikkan harga BBM yang kemudian diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya, tetapi tak berapa lama kemudian pemerintah menurunkan kembali harga BBM, ternyata respons harga terhadap penurunan harga BBM tidak terlihat," paparnya.
Dia menambahkan, masyarakat menghadapi ketidakpastian terhadap fluktuasi harga BBM dalam beberapa bulan terakhir, situasi tersebut menandakan masih kurang optimalnya komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah. Ditambah pada saat yang sama, masyarakat mengetahui bahwa harga minyak dunia masih rendah. Bahkan dibeberapa negara tetangga, pemerintahnya mengambil kebijakan untuk terus menurunkan harga BBM.