Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Deddy Priatna, mengatakan skema lease back diplih agar proyek pembangkit listrik tersebut masih tetap dimiliki Indonesia.
Dia menjelaskan, FTP I yang dimulai sejak 2016 dan dikerjakan kontraktor China, realisasinya sudah sekitar 90 persen. Namun ternyata, faktor kapasitas (capacity factor) dari proyek tersebut sangat tidak maksimal, hanya 35-50 persen. Karena rendahnya faktor kapasitas itu, produksi listrik yang didistribusikan tidak maksimal.
"Analoginya, jika listrik yang harusnya dihasilkan untuk 100 orang, tapi ini hanya untuk 35 orang," kata dia di Jakarta, Sabtu (11/4/2015).
Deddy menuturkan, awalnya terdapat dua opsi yaitu lease back atau buy back. Skema buy back adalah Indonesia meminta China membeli kembali proyek FTP I tersebut. Namun, skema lease back akhirnya dipilih, untuk mempertahankan agar proyek ini tetap dimiliki Indonesia. "Jadi ini hanya disewakan saja," tambah dia.