JAKARTA - Petral secara resmi hari ini dilikuidasi. Pembubaran Petral tersebut bukanlah pekerjaan mudah. Pembubaran Petral, yang disebut sebagai ladang korupsi minyak, memakan waktu hampir sembilan tahun.
Kini fungsi Petral dialihkan kepada unit usaha Pertamina lainnya, yaitu Integrated Supply Chain (ISC).
Pembubaran Petral tidak berjalan mulus. Sebenarnya Pertamina sudah membentuk ISC pada 2006 untuk menggatikan fungsi Petral. Sudirman Said ditunjuk sebagai nahkodanya. Lalu sejak itu, Petral mengalami tarik ulur.
Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu sempat mengungkapkan istilah bahwa Petral bak kolam oli berisi belut berbisa.
Sudirman Said, disebut Said Didu, sebagai orang yang sejak 2006 dipercaya Pertamina untuk menahkodai ISC. Namun, peranan ISC sebagai badan pengganti Petral tidak terealisasi dengan mulus.
Berikut ini kronologis likuidasi Petral, berdasarkan penelusuran Okezone, Rabu (13/5/2016),
2006
Sejak sembilan tahun silam, Petral sudah menjadi sasaran untuk dibubarkan. Dibentuklah Integrated Supply Chain (ISC), untuk menopang fungsi Petral. Namun pembubaran itu menuai pro dan kontra. Kemudian, isu itu sempat menguap.
2012
Isu Petral mulai kembali kepermukaan dan terus bergulir di media masa.
27 Februari 2012
Menteri BUMN saat itu Dahlan Iskan, menegaskan sepakat membubarkan Petral dengan catatan dibarengi skema sistem mengimpor minyak dengan cara yang lebih baik, sehingga bisa terjadi pembenahan.
2 Maret 2012
Sebagai induk perusahaan, Karen memberikan dukungan penuh terhadap operasional Petral, yakni menjalankan fungsinya dalam pengadaan minyak mentah maupun produk BBM untuk kebutuhan dalam negeri.
“Semua transaksi bisnis tetap berjalan normal seperti biasa dan Petral yang 100 persen sahamnya dikuasai oleh Pertamina mendapatkan dukungan penuh dari perseroan dalam menjalankan bisnis tersebut,” tutur Karen dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Situasi ini pun menimbulkan pertanyaan di kalangan DPR, di antaranya mempertanyakan status hukum dan meminta evaluasi Petral.
Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah berjanji untuk bereskan Petral. Tapi hingga akhir masa jabatannya, nasib Petral menggantung.
2014
Indonesia pada 2014 mengalami masa transisi pergantian Presiden SBY menjadi Presiden Jokowi. Saat itulah isu Petral kembali merebak. Sejumlah kalangan dan pengamat energi meminta agar Pertamina tidak lagi mengimpor minyak dari Petral.
(Foto: Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said)
Menteri BUMN yang kemudian dijabat oleh Rini Soemarno dan Menteri ESDM yang diduduki Sudirman Said pun sepakat akan mengevaluasi Petral.
16 November 2014
Kementerian ESDM membentuk tim reformasi tata kelola migas yang diketuai Faisal Basri. Tim ini bertugas untuk memberantas mafia migas di Indonesia. Tim ini, akan menyisir lembaga-lembaga yang diduga sebagai mafia migas.
26 November 2014.
Setelah memimpin tim yang dikenal dengan nama pemberantas mafia migas, Faisal Basri langsung membentuk tim untuk mengindentifikasi Petral.
28 November 2014
Menteri Rini Menunjuk Dwi Soetjipto sebagai Direktur Pertamina, menggantikan Karen Agustiawan yang mengundurkan diri.
"Telah diputuskan pemberhentian direksi Pertamina dan pengangkatan direktur. Bapak Dwi Soetjipto untuk Direktur Utama 2014-2019," ucap Rini dalam konferensi pers di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat sore.
Nasib Petral pun saat itu di tangan Dwi Soetjipto.
30 Desember 2014
Faisal Basri memaparkan hasil temuan dan kecurangan Petral. Cukup mengejutkan, sebab gaji, fasilitas dan pesangon petinggi Petral sangat tinggi. Di sisi lain ada 14 temuan lainnya yang merujuk adanya kekuatan tersembunyi dalam tender Petral.
Temuan Skandal Petral I dan Skandal Petral II
31 Desember 2014
Dirut Pertamina Dwi Soetjipto menerima evaluasi yang direkomendasikan kepada Petral.
"Kita evaluasi dulu, kita dengarkan baru kita laksanakan," kata Dwi saat datang ke konferensi pers soal kebijakan BBM di Kantor Kementerian Kordinator Perekonomian.
22 April 2015
Sejumlah anggota DPR menyuarakan pendapatnya untuk membubarkan Petral. Alasannya Petral berpotensi untuk melibatkan para pemain-pemain yang mencari keuntungan.
23 April 2015
Menteri Rini memberikan sinyal, pembubaran Petral tinggal menunggu waktu.
"Ini adalah aksi korporasi dan untuk finalnya diusulkan Pertamina. Petral sudah tidak dimanfaatkan untuk beli minyak untuk pembelian minyak langsung dari Pertamina, tunggu waktu saja," ucapnya di Gedung DPR Jakarta, Kamis (23/3/2015) malam.
Rini juga menegaskan pembubaran Petral akan segera dilaporkan kepada Presiden Jokowi. Senada dengan Rini, Dirut Pertamina juga memastikan Petral segera dibubarkan.
6 Mei 2015
Menteri Rini mengangkat Tanri Abeng sebagai Komisaris Utama Pertamina, menggantikan Sugiharto.
Pada saat pelantikan, Tanri dengan lantang mengatakan setuju dengan pembubaran Petral. Alasannya selama ini Pertamina mampu membeli langsung minyak mentah (crude) atau BBM melalui Integrated Supply Chain (ISC).
7 Mei 2015
Presiden Jokowi mempersilakan Pertamina untuk membubarkan Petral. Menjelaskan pernyataan Jokowi, Presiden setuju jika memang benarfungsinya dapat digantikan dengan lembaga lain.
Sebagai pemegang saham, Menteri Rini menyerahkan rencana pembubaran Petral itu kepada komisaris dan direksi Pertamina.
(Foto: Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Rini Soemarno dan Direksi Pertamina)
13 Mei 2015
Pertamina sepakat melikuidasi Petral. Kesepakatan itu pun telah dilaporkan kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN dan juga pemerintah yakni Kementerian ESDM.
"Pertamina memulai terhitung hari ini menghentikan kegiatan dan melikuidasi Petral," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Kementerian BUMN.
(Rani Hardjanti)