Dengan skema penetapan harga maksimal Rp21.000 per kg di peternak, pihaknya sudah menakar untuk harga daging ayam potong yang paling ideal antara Rp30.000Rp34.000 per kg. Namun dengan sengkarut pengaturan harga yang terjadi saat ini, pedagang pun tak bisa membendung fluktuasi harga yang kini semakin tak terkendali.
“Seperti halnya daging sapi, kami meminta Presiden Jokowi atau pemerintah segera turun tangan membenahi tata niaga daging ayam di Tanah Air. Kalau daging sapi bisa dikeluarkan subsidi, artinya ayam juga bisa diberlakukan hal yang sama. Hal yang paling penting lagi, monopoli PMA harus ditertibkan karena hal ini yang mendorong harga semakin sulit dikendalikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia Sukarmi mengatakan, terlalu panjangnya sistem dan mata rantai distribusi serta logistik menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab melambungnya harga jual berbagai komoditi di Tanah Air. Menurut dia, panjangnya mata rantai itu sepertinya menjadi peluang bagi sekelompok pihak untuk menguasai pasar alias kartel.
Dia mengungkapkan, sampai saat ini di Indonesia, kuat dugaan banyak pelaku kartel. Kartel-kartel itu bergerak dan menguasai pasar beragam sektor serta komoditas. Misalnya, kartel perdagingan. “Memang benar. Tidak tertutup kemungkinan panjangnya mata rantai distribusi dan logistik serta tidak optimalnya tata niaga dapat menjadi salah satu penyebab munculnya kartel di Indonesia,” tandas Sukarmi.
Sukarmi menyatakan, praktik monopoli sangat merugikan masyarakat. Sebagai contoh, sistem kartel daging ayam. Permainan itu bisa dilihat dari harga jual pada level peternak sangat murah. Namun, harga di pasar sangat tinggi. “Pada daging ayam, kartel-kartel itu menguasai pendistribusiannya. Bahkan, sangat mungkin, mereka pula yang mengatur harga jual pada level pasar. Karenanya, sangat mungkin kartel-kartel itu menguasai penjualan pakan, yang harganya mahal karena mayoritas produk impor.
Meski demikian, tegasnya, berkenaan dengan sangsi denda, pihaknya mengajukan usul kepada pemerintah untuk mengamandemen pasal tentang sangsi denda bagi praktik kartel. Pasalnya, nilai denda Rp25 miliar jauh lebih kecil daripada keuntungan kartel-kartel itu nilainya bisa mencapai triliunan rupiah. “Pastinya, perlu ada sinergitas seluruh pihak untuk menyikapi permasalahan ini. Kami pun berharap pemerintah lebih intens lagi melakukan pengawasan,” ujar dia.