Dan akan lebih bermanfaat ketika sampah Bandung raya itu menjadi percepatan proyek nasional dalam penanganan sampah,” paparnya. “Asalnya kan Kota Bandung saja, tetapi kemudian jadi Bandung raya. Cakupan penyelesaian (sampah) jadi lebih luas ditambah dengan hasil energi listrik lebih banyak karena sampah yang dibuang lebih banyak. Bagi PLN ini lebih menarik,” ungkap Aher.
Sementara itu Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Robin Asad Suryo menjelaskan, saat ini, perkembangan proyek TPPAS Legok Nangka sudah sampai proses penyiapan dokumen prefeasibility study, pra-kuali_ kasi, dan dokumen lelang. “Targetnya, kalau semuanya lancar, mudah-mudahan akhir Maret 2018 sudah ada pemenang lelangnya,” harap Robin.
Skema pengerjaan yang diterapkan dalam proyek ini adalah kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Robin mengatakan, TPPAS Legok Nangka nantinya akan dikelola oleh badan usaha dan akan menghasilkan listrik yang akan dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Skema ini, kami melibatkan investor badan usaha swasta untuk berinvestasi dalam proyek ini. Karena sifatnya investasi, mereka (badan usaha) memerlukan keuntungan.
Nah, di situlah kemudian mereka diperbolehkan menjual listrik kepada PLN,” jelas Robin. Namun, apabila keuntungan badan usaha dari penjualan tidak terpenuhi, maka akan diberlakukan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah yang disesuaikan dengan inflasi. Anggaran tipping fee yang akan berlaku adalah yang berbiaya terendah.
“Kalau hanya dari hasil penjualan listrik tidak cukup keuntungannya, maka ada yang namanya_tipping fee. Jadi nanti Pemprov Jabar bersama enam kabupaten/kota itu, di APBDnya harus menganggarkan yang namanya tipping fee untuk dibayarkan kepada investor,” pungkasnya.
(Rizkie Fauzian)