JAKARTA - Kinerja keuangan rata-rata emiten perkebunan sepanjang semester I-2017 mengalami kemerosotan dibandingkan semester I-2016 (year on year/yoy). PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) merosot paling tajam sebesar 77,91%, disusul beberapa emiten lain.
Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menyatakan, ada sejumlah sentimen yang membuat kinerja emiten perkebunan tak terlalu cemerlang hingga berakhirnya semester I-2017.
"Kalau lihat tantangannya kan cukup banyak. Dari harga minyak yang juga tidak kunjung naik juga cukup memengaruhi karena kan perkebunan CPO (Crude Palm Oil/Minyak Kelapa Sawit) juga ada kaitannya dengan minyak," katanya ketika dihubungi Okezone di Jakarta.
Harga CPO, khususnya pada semester I-2017, jika diperhatikan memang cenderung stagnan dan tak mengalami peningkatan berarti sehingga tak cukup mampu menopang kinerja keuangan emiten dimaksud.
"Ditambah lagi daya beli konsumen yang turun itu juga cukup memengaruhi karena CPO juga terelasi dengan konsumen karena kan dibutuhkan di berbagai macam produk consumer goods," paparnya lagi.
Adapun, penurunan laba bersih SMAR sebesar 77,91%, pada semester I-2016 tercatat Rp2,2 triliun, menjadi Rp489 miliar.
PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) pun tercatat masih merugi di semester I-2017 meski ada penurunan 39,71% dari Rp207 miliar jadi Rp125 miliar (yoy). Diikuti oleh PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk (MAGP) yang masih rugi walaupun turun 38,78% menjadi Rp5,3 miliar dari sebelumnya Rp8,7 miliar.
Selanjutnya emiten berkode saham JAWA, yakni PT Jaya Agra Wattie Tbk juga ikut mencatatkan rugi bersih yang turun sebesar 23,89% dari Rp96 miliar jadi Rp73 miliar. Ikut membuntuti, rugi bersih PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) turun sebesar 20,10% dari Rp154 miliar jadi Rp123 miliar.
Anjloknya sejumlah laba emiten perkebunan, lanjut Wiliam, tak terlepas dari faktor alam. "Cuaca, jadi itu yang sangat memengaruhi, jadi tantangan bagi emiten-emiten yang berbasis perkebunan," terangnya.
Harga komoditas karet, menurutnya juga senasib dengan harga CPO. Dia mengatakan harga karet belakangan ini cenderung stagnan dan kalau pun mengalami kenaikan tak terlalu signifikan, ditambah ketatnya persaingan.
"Karet harganya tidak terlalu naik dan kebutuhan akan karet juga sekarang ada pesaing baru yaitu karet sintetis. Jadinya ada persaingan kan jadi itu yang cukup beri pengaruh," tukasnya.
(Fakhri Rezy)