JAKARTA – Pemerintah berupaya merealisasikan proyek mobil listrik nasional. Selain penyiapan regulasi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi membentuk tim untuk mengembangkan kendaraan hemat energi tersebut.
Ditargetkan pada 2020, mobil listrik karya anak bangsa dapat diproduksi massal. Tim terdiri atas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta empat perguruan tinggi negeri yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Negeri Sebelas Maret, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kemenristekdikti optimistis tim mampu merealisasikan terobosan besar dalam dunia transportasi Tanah Air itu. Menristekdikti M Nasir mengatakan, empat perguruan tinggi tersebut terpilih karena memiliki konsentrasi dalam bidang pengembangan baterai, mekatronik, material, dan elektronika mobil listrik. Kemampuan itu nanti akan saling dikombinasikan.
“Mereka akan bersinergi satu sama lain dalam perakitan komponen mobil listrik. Jadi yang punya kelebihan ini, kami gabungkan jadi satu,” ujar Nasir di Jakarta. Sebelumnya, Kemenristekdikti telah menciptakan purwarupa (prototipe) mobil listrik. Tahap selanjutnya akan dilakukan uji material pada mekatronik.
Setelah itu tahap skill-up (pengembangan kemampuan sumber daya manusia), dan baru kemudian memasuki tahap produksi. “(Produksi) massal target di 2020 kita ke sana. Tapi ini kan enggak bisa langsung, ada proses yang harus dilakukan. Sertifikasi harus dilakukan, motor sudah selesai. Mudah-mudahan segera masuk industri,” ungkap mantan rektor Universitas Diponegoro ini.
Pemerintah menyeriusi pengembangan mobil untuk mengurangi emisi karbon dan mewujudkan bauran energi terbarukan 23% pada 2025. Melalui kebijakan pengembangan mobil listrik ini, impor gas dan bahan bakar minyak akan dapat ditekan. Saat ini pemerintah telah membentuk tim lintas kementerian yang didukung penuh Presiden Joko Widodo.
Baca Juga:
Pemerintah juga sedang menggodok regulasi terkait hal ini, termasuk di dalamnya mencakup perizinan dan insentif pajak. Mobil listrik sesungguhnya bukan hal baru di Indonesia. Rintisan kendaraan ramah lingkungan ini telah digagas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak 1990-an. Tak hanya itu, sejumlah perguruan tinggi juga mengembangkan mobil listrik, tapi baru sebatas konsep dan untuk kepentingan kompetisi internasional.
Sejumlah perusahaan swasta juga mengembangkan mobil listrik. Salah satunya PT Great Asia Link (PT Grain) di Gresik. Di level nasional, pengembangan mobil listrik pernah digagas Dahlan Iskan saat menjabat menteri BUMN. Namun, rencana itu terkendala dan akhirnya berhenti. Kemarin BPPT menyatakan kesiapannya untuk mendukung produksi mobil listrik pada 2020. Namun, BPPT membutuhkan sinergi banyak pihak agar mimpi itu terwujud.
Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Eniya L Dewi mengatakan, pihaknya telah melakukan kaji terap teknologi untuk menciptakan kendaraan berbasis energi listrik, mulai motor, troli bus, hingga mobil listrik. “Intinya, kami fokuskan inovasi ini bisa masuk ke industri, yakni agar motor listrik, baterai, dan manufaktur komponen lainnya dapat melibatkan industri dalam negeri. Hal ini menjadi kunci dalam pengoperasian mobil listrik,” ujarnya.
Profesor Riset bidang Material Fuel Cell ini menjelaskan, mobil listrik memiliki kebergantungan pada daya tahan baterai. Supaya mobil dapat menempuh perjalanan jauh, baterai itu harus mampu menyimpan energi dalam kapasitas besar. Eniya mengatakan, model plug-in mengisi daya baterai mobil harus disediakan cukup besar. Paling kecil antara 30-50 kilowatt.
Dari sisi baterai diperlukan yang mampu menyimpan daya listrik berkapasitas besar dan bisa diisi ulang dalam waktu singkat (quick charge). “Mobil listrik produksi Mitsubishi, Toyota, Nissan, BMW, dan Mercedes-Benz masih membutuhkan 14 jam untuk mengisi baterai jika tidak disediakan sumber listrik dengan kerapatan arus tinggi. Untuk itu, ketersediaan sumber listrik di tempat umum sangat penting,” jelasnya.
Untuk memuluskan perjalanan mobil listrik, Eniya memberi rekomendasi agar infrastruktur pendukung seperti tempat untuk pengisian baterai perlu menjadi perhatian, sebab selain teknologi baterai yang andal tadi perlu juga diperhatikan adanya infrastruktur penyedia listrik. Istilahnya seperti pom bensin atau SPBU untuk moda transportasi listrik.
Baca Juga:
Wapres JK: 10 Tahun Mendatang Mobil Listrik Semakin Banyak
Program LCEV, Mobil Ramah Lingkungan Seperti Apa yang Dipilih Toyota
Eniya pun berharap BPPT mendapat dukungan dari semua pihak, dalam upaya mewujudkan mobil listrik yang bisa diproduksi sendiri oleh Indonesia, dengan memperhitungkan bagaimana tahapan pengembangan, inovasi, dan industrialisasinya. Terkait fenomena pemanasan global, Eniya juga menyepakati bahwa moda transportasi massal yang menggunakan listrik itu penting untuk ikut menurunkan emisi.
Langkah lain, tambahnya, juga dapat diperkuat dengan regulasi mengikat untuk transportasi logistik yang harus memenuhi persyaratan emisi rendah. “BPPT siap untuk mewujudkan mobil listrik buatan Indonesia. Tentunya untuk mencapai cita tersebut dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak,” tutup Eniya. Direktur Utama PT PLN (persero) Sofyan Basyir sebelumnya mengutarakan dukungan atas program pengembangan mobil listrik.
Menurutnya, sistem ketenagalistrikan PLN saat ini sudah mampu memproduksi listrik, termasuk untuk kebutuhan mobil listrik. Selain itu, infrastruktur penunjang lainnya seperti charging di jalan-jalan umum juga sangat memungkinkan untuk disiapkan. Laporan terbaru International Energy Agency (IEA) mengungkapkan, populasi mobil listrik di seluruh dunia telah melampaui angka dua juta unit.
Kalau dibandingkan dengan pasar automotif secara keseluruhan di skala global, tentunya angka tersebut belum seberapa, tapi di beberapa negara popularitasnya bertambah. Menurut IEA, Norwegia menjadi negara dengan pangsa terbesar untuk kendaraan ramah lingkungan, yakni sekira 37% dari populasi mobil baru, diikuti Belanda 6,4%, dan Swedia 3,4%.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)