Pendapatan perusahaan yang besar atau mencapai Rp3,5 triliun-Rp4 triliun per tahun, diduga menjadi sumber bancakan korupsi bagi direksi dan investor Hutchison serta pihak-pihak lain untuk terus mengamankan perpanjangan kontrak JICT.
Tercatat, sejak tahun 2015, JICT telah melakukan super efisiensi besar-besaran karena beban sewa perpanjangan kontrak JICT USD 85 juta per tahun padahal pendapatan perusahaan naik 4,6 % di tahun 2016.
Jadi perpanjangan kontrak JICT jilid II (2015-2039) yang dilakukan Pelindo II kepada Hutchison, telah terbukti tidak ada nilai tambah karena melanggar UU, merugikan negara, pekerja dan JICT sendiri dalam jangka waktu panjang.
Untuk itu, perjuangan terhadap hak-hak pekerja karena dampak perpanjangan kontrak JICT menjadi penting. Namun hal yang tidak kalah penting adalah, bagaimana menyelamatkan aset nasional JICT yang masa kontrak jilid I habis di tahun 2019, agar bisa dikelola bangsa sendiri sesuai visi kemandirian nasional.
(Dani Jumadil Akhir)