JAKARTA – Pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat pada semester II-2017 dengan mengandalkan investasi. Karena itu, sejumlah program besar pun disiapkan untuk mendorong investasi.
Sepanjang semester I-2017, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 5,01% secara tahunan. Dengan demikian, pemerintah harus mendorong pertumbuhan PDB setidaknya 5,3% pada sisa paruh kedua tahun ini untuk mencapai target pertumbuhan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar 5,2%.
Baca juga: Capai Target Pertumbuhan Ekonomi, Bappenas: Investasi Harus Tumbuh di Atas 5%!
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada enam bulan pertama tahun ini memang biasa-biasa saja. Namun, dia meyakini pencapaian pertumbuhan ekonomi pada semester II akan lebih baik.
“Solusi untuk semester II, pertama investasi. Kita akan meluncurkan satu program besar untuk mempercepat investasi,” kata Darmin di Jakarta, kemarin.
Baca juga: Pacu Pertumbuhan Ekonomi Semester II, Menko Darmin: Dorong Investasi!
Dia mengatakan, program yang masuk paket kebijakan ekonomi tersebut akan memangkas perizinan di pusat dan daerah lewat sertifikat investasi sementara. Dengan begitu, investor bisa segera memulai konstruksi dan mengurus perizinan secara paralel.
“Mungkin seminggu lagi. Sebelum 17 Agustus, kita akan luncurkan paket besar, seluruh kementerian/lembaga, gubernur, bupati, dan wali kota akan terlibat,” ujarnya.
Pada semester I, investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,07% didorong oleh peningkatan investasi bangunan seiring meningkatnya aktivitas di sektor konstruksi.
Selain itu, pertumbuhan tersebut juga didorong oleh peningkatan belanja modal pemerintah sebesar 4,36% dan penjualan kendaraan industri termasuk pikap dan truk sebesar 20,40% pada kuartal II-2017. Darmin optimistis kebijakan menurunkan larangan terbatas yang meliputi 49% dari 10.826 pos tarif harmonized system (HS) barang impor menjadi 17% secara bertahap akan menggerakkan perekonomian.
Kemudian, kata dia, belanja pemerintah pada semester I yang belum optimal akan didorong pada semester II. Pada semester I-2017, konsumsi pemerintah hanya tumbuh 0,03% akibat efisiensi pada belanja barang dan belanja pegawai. Sementara Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan kinerja ekspor meskipun pemulihan perdagangan global berjalan lambat.
Baca juga: Catat! Tingkatkan Investasi, Pengusaha Indonesia Incar Pasar Brunei Darussalam
“Di tengah keterbatasan fiskal, pemerintah harus mendorong perdagangan agar ekspor kita dapat tumbuh positif,” kata Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta.
Arif menilai, pemerintah bisa menerapkan strategi diplomasi perdagangan dengan memanfaatkan peran duta besar untuk mempromosikan produk Indonesia. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan insentif fiskal kepada para eksportir, terutama perusahaan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Analis riset FXTM Lukman Otunuga mengatakan, pasar bereaksi negatif pasca-dirilisnya pertumbuhan PDB kuartal II-2017 karena realisasinya yang di bawah ekspektasi. Konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama PDB hanya tumbuh 4,95%.
“Meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit lebih cepat dibanding kuartal sebelumnya, tapi ini tetap lebih lambat dibandingkan satu tahun lalu,” kata dia.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dinilainya akan memicu spekulasi Bank Indonesia (BI) yang akan kembali menurunkan suku bunga acuan saat ini berada di level 4,75%.
Apalagi BI memberikan sinyal adanya peluang untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey, juga mengaku kecewa terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal II yang hanya 5,01%.
“Kita kehilangan daya beli masyarakat. Minggu pertama dan kedua bulan Juni pertumbuhan minimarket sudah minus 1,5%-2%. Kemudian supermarket, hypermarket minus 11%-12%. Minggu ketiga Juni ketika ada THR, di situ baru ada plusnya,” ujar dia.
Roy menduga terjadi perubahan dalam pola belanja masyarakat. Jika biasanya masyarakat membeli dalam jumlah banyak untuk kebutuhan sebulan, saat ini menurutnya masyarakat cenderung hanya membeli untuk kebutuhan sehari-hari saja.
Karena itu, dia berharap pemerintah bisa memberikan stimulus mengembalikan daya beli masyarakat. Dalam hal ini, dia berharap pemerintah tidak lagi menaikkan harga energi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Pemerintah juga harus menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan.
(Rizkie Fauzian)