JAKARTA - Presiden Joko Widodo hari ini telah menyampaikan pokok-pokok asumsi makro dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2018. Dalam RUU APBN ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%.
Selain itu, inflasi ditargetkan dapat terjaga pada level 3,5%. Adapun nilai tukar Rupiah diperkirakan mencapai Rp13.500 per USD.
Menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo asumsi makro ini sejalan dengan rekomendasi dari Bank Indonesia (BI). BI pun mengungkapkan bahwa postur anggaran ini merupakan postur yang sehat seusai keadaan saat ini.
"Saya menyambut baik yang disampaikan presiden. Secara umum kalau lihat prioritasnya dan postur anggaran. Saya lihat ini postur yang sehat, dan kalau dilihat asumsi kalau lihat dari inflasi ada di 3,5%, nilai tukar Rp13.500 kemudian dari harga minyak USD48, pertumbuhan ekonomi 5,4%. Secara umum itu sejalan dengan rekomendasi kami. Inflasi di kisaran 3,5% itu sejalan karena tahun ini 4%. Maka ada target turun. Kalau nilai tukar ditargetkan Rp13.500 per USD itu sesuai dengan range kami yang kami bicarakan juga di DPR," ungkapnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (16/7/2017).
Inflasi pada 2018 pun diyakini akan tetap stabil. Dengan begitu, Indonesia akan tetap berada pada era inflasi rendah.
Baca Juga:
"Sekarang kita perkirakan sekira 4%, tahun depan 3,5% itu seperti rencana kita, 3,5% itu menuju inflasi rendah dan stabil. Saya lihat asumsi lain juga baik dan betul-betul mengarah kepada postur yang sehat," ungkapnya.
Khususnya untuk pertumbuhan ekonomi, hal ini pun akan kembali dibahas dengan DPR RI. Namun, menurut Agus, secara umum target pertumbuhan ekonomi ini telah sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia. Kendati demikian, BI memprediksi ekonomi Indonesia pada 2018 mencapai 5,3% atau lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,4%.
"Saya kalau terkait pertumbuhan ekonomi memahami pemerintah akan upayakan maksimum pertumbuhan ekonominya, dan pertumbuhan ekonominya kan di saat lalu antara 5,2%-5,6%. Itu di kisaran 5,4% dan kalau pemerintah sampaikan di 5,4% itu sesuatu yang dapat dipahami karena semuanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif. BI nanti pada saat pembahasan di DPR kita sampaikan, kita masih melihat itu di 5,1%-5,5%. Jadi kalau tengahnya itu di kisaran 5,3%, tapi nanti kita bisa bicarakan," ungkapnya.
Pada 2018, pemerintah juga mematok defisit anggaran sebesar 2,19%. Target ini pun lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 2,67%.
Baca Juga:
"Dan itu secara bertahap akan membuat fiskal yang lebih sehat. Dan untuk primary balance-nya yang tadinya di kisaran di atas Rp100 triliun itu nanti akan di bawah itu. Dan akan membuat kesehatan fiskal yang baik," ungkapnya.
Pada sektor subsidi, Agus juga menilai bahwa pada tahun depan akan dapat lebih tepat sasaran. Namun, Agus berharap subsidi dapat diberikan kepada 40% masyarakat berpenghasilan rendah. Agus juga menilai utang di Indonesia masih berada dalam level yang aman. Saat ini, rasio utang terhadap produk domestik bruto masih di bawah 30%.
"Itu pesan yang kuat walaupun di negara lain sudah ada yang 60% bahkan 100%. Indonesia akan jaga itu di 30%," ungkapnya.
Sementara itu, asumsi harga minyak dipatok pada level USD48 per barel. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan BI yang mencapai USD52 per barel.
"Kita tertarik asumsi harga minyak USD48 per barel, kami justru perkirakan ada di USD52 itu cukup konservatif," ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)