JAKARTA - PT Pertamina (Persero) meraih pendapatan sebesar USD20,5 miliar pada semester pertama 2017. Jumlah tersebut tumbuh 19% dibandingkan dengan semester pertama tahun lalu yang hanya mencatat USD172 miliar.
Dengan pertumbuhan tersebut, PT Pertamina mencatatkan Net income (laba bersih) pada semester pertama 2017 tercatat mencapai USD1,4 miliar. Jumlah tersebut relatif turun 24% jika dibandingkan dengan semester pertama tahun 2016 lalu.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik mengatakan pertumbuhan pendapatan tersebut memang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Di mana pertumbuhan ICP pada semester pertama ini mencapai 35% atau naik menjadi USD48,9 per barel.'
Baca juga: Direksi Dirombak, Dirut Pertamina: Tanpa Integrasi dan Soliditas, Cost Business Mahal!
"Tahun 2016 ke 2017 semester pertama bisa dilihat bahwa secara rata-rata itu harga crude price itu ada kenaikan. Belum lagi pemerintah meminta untuk tidak ada kenaikan harga. Itu saya kira salah satu penyebabnya," ujarnya dalam acara public expose di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (16/8/2017).
Namun lanjutnya Elia Massa, sejumlah kinerja operasional Pertamina pada semester pertama 2017 juga menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan dibandingkan semester pertama tahun lalu. Di sektor buku, produksi minyak dan gas bumi mengalami kenaikan 8% atau menjadi 692 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) sepanjang semester pertama 2017.
Kenaikan produksi migas itu terdiri atas minyak yang meningkat 12 % menjadi sebesar 343 MBOPD pada semester pertama 2017. Adapun gas bumi, naik 4% sebesar 2.022 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada semester pertama 2017 dibandingkan semester pertama 2016.
Di sektor pemasaran dan niaga, penjualan bahan bakar minyak (BBM) pada semester pertama 2017 mengalami kenaikan 4% menjadi 32,60 juta kiloliter (KL). Demikian pula, penjualan non-BBM berupa gas domestik, petrokimia, dan pelumas naik 6% pada semester pertama 2017 menjadi 7,82 juta KL. Peningkatan porsi penjualan BBM nonsubsidi juga berkontribusi pada kenaikan revenue Pertamina sepanjang semester pertama 2017.
Baca juga: Rombak Direksi Pertamina, Begini Alasan Kementerian BUMN
Per Juni 2016, porsi penjualan BBK Perta Series jenis gasoline (Pertamax. Pertamax Plus/Turbo, Pertamax Racing dan Pertalite) baru mencapai 18,9% dan Premium 81,1%. Namun, per Junl 2017, porsi penjualan BBK Perta Series jenis gasoline melonjak dan sudah melampaui Premium yakni 57,6% berbanding 424%, Sementara, porsi penjualan BBK jenis diesel (Pertamina Dex dan Dexlite) per Juni 2017 mencapai 3,6% atau naik dibandingkan posisi Juni 2016 yang hanya 1,2%.
Untuk kinerja pengolahan pada semester pertama 2017, total intake terealisasi 157,06 juta barel (MMBbl), total output 148,6 MMBbl, volume valueable product 122,64 MMBbl, dan yield valuable product to total intake 78,09 %.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, Andry Mokobombang mengatakan adapun, program refinery development master plan (RDMP) yang dilaksanakan di empat kilang yakni Balikpapan, Kaltim; Balongan, Jabar; Cilacap, Jateng; dan Dumai, Riau serta grass root refinery (GRR) di dua lokasi yaitu Tuban, Jatim dan Bontang, Kaltim, masih berjalan sesuai jadwal.
"RDMP balik papan itu pendanaan internal itu sekarang sudah final untuk feed studi dan dalam tahapan initernal ini step stepnya ke FID kemudian kita masuk tahap EPC, Kemudian akan lanjut ke tahap produksi target 2020 nanti tahap pertama kita selesaikan (balikpapan)," jelasnya.
Sementara untuk kinerja gas, Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani menjelaskan sepanjang semester pertama 2017 untuk transportasi tercatat 253,1 miliar kaki kubik (BSCF). Dan untuk penjualan gas alam cair (LNG) terealisasi 258,01 juta MMBTU.
Baca juga: Menteri Rini Copot Rachmad Hardadi, Ini Susunan Lengkap Direksi Baru Pertamina!
Di sisi lain, untuk mengantisipasi faktor eksternal itu, Pertamina tetap menjalankan program efisiensi perusahaan dan penciptaan nilai tambah melalui break through project (BTP) yang sudah mencatat USD360 juta serta inisiatif strategis lainnya.
"Efisiensi dan inovasi yang dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan menjadi kunci Pertamina menghadapi situasi industri migas global yang belum juga membaik." jelas Yenny.
Sementara itu, untuk Program lndonesia Satu Harga, Pertamina telah berhasil mendirikan lembaga penyalur BBM di 25 titik wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) per Juli 2017. Sesuai rencana, Program lndonesia Satu Harga ditargetkan mencapai 159 titik wilayah 8T hingga 2019.
(Rizkie Fauzian)