JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menyanyangkan masih sering terjadi tumpang tindih kebijakan. Pasalnya, hal ini ujung-ujungnya merugikan masyarakat.
Perusahaan tambang asal India, India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA) menuntut Pemerintah RI ke Mahkamah Arbitrase Internasional. IMFA sebelumnya membeli Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Sri Sumber Rahayu Indah (SSRI) senilai US$ ,7 juta. Ternyata izin tersebut tumpang tindih dengan IUP milik tujuh perusahaan lain.
IUP yang dimaksud yakni untuk tambang batu bara di Barito Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng). Gugatan tersebut dilayangkan pada 23 September 2015.
Baca Juga:
"Dia menuntut pemerintah triliunan rupiah akibat kesalahan bupati. Itu merupakan bagian dari kita semua mempunyai suatu pengertian yang sama, maksud dan tujuan untuk menguasai itu," jelas Wapres, Kamis (18/8/2018).
JK berharap hal-hal semacam itu tak terjadi di kemudian hari.
"Tentu tidak ingin kembali pada bukan negara sosialis, juga kapitalis. Suatu ekonomi terbuka yang mewarnai bangsa ini, namun semua ini dapat sesuai undang-undang, undang-undang dasar, yaitu dikuasai negara untuk kemaslahatan seluruh bangsa," tukas JK.
Baca Juga:
JK menekankan pentingnya kesatuan visi antar elemen bangsa. Dalam praktiknya, masih banyak kebijakan di tingkat daerah dan pusat yang tumpang tindih sehingga memunculkan miskoordinasi.
"Pemerintah telah banyak mengeluarkan undang-undang dengan DPR, PP, dan sebagainya. Namun juga masih ada celah-celah orang memainkan arti 'menguasai' itu," kata JK.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)