JAKARTA - Pemerintah buka opsi untuk melakukan impor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari perusahaan minyak dan gas (migas) asal Singapura, Keppel Offshore & Marine. Padahal sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa impor merupakan jalan terakhir.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah akan melakukan impor darimana pun jika harga yang ditawarkan kompetitif. Seperti harga LNG yang ditawarkan Keppel sekira USD3,8 per mmbtu.
Baca juga: Soal Impor LNG 1 Juta Ton dari Amerika, Ini Penjelasan Pertamina
"Impor begini, kita impor dari mana saja kalau murah. Mereka (Keppel) tawarkan lebih murah. Saya lupa, tapi kalau tidak keliru 3,8 ," ujarnya di kantornya, Gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Luhut mengatakan, impor dilakukan jika harga yang ditawarkan menarik. Jika tidak maka impor tidak dilakukan, sebab pengguna akhir akan merasakan berapa harga jualnya. Seperti impor LNG ini, pada akhirnya akan dijadikan sebagai bahan bakar pembangkit di beberapa wilayah.
Baca juga: Impor LNG dari Amerika, Dirjen Migas: Di Sana Harganya Murah
"Kalau dia kasih harga menarik kita timbang, kan ujungnya ke harga jual ke masyarakat juga. Tapi ini belum final, tandatangan pada pertemuan Indonesia-Singapura. Terus terang ada politik-politiknya, tapi ini biar kita efisien,"ujarnya.
Baca juga: Impor LNG dari ExxonMobil, Pertamina Antisipasi Peningkatan Konsumsi
Luhut mengatakan, intinya impor LNG dari Singapura ini supaya mendapat harga yang lebih efisien. “Ngapain mengeluarkan Rp10 kalau saya bisa keluarkan Rp8. Arun itu contohnya, sampai sekarang kita belum dapat. Tapi kalau enggak dapat ya kita pakai dalam saja,"tandasnya.
(Rizkie Fauzian)