JAKARTA - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menggelar rapat dengar pendapat dengan pemerintah terkait utang Indonesia yang semakin besar. Dalam rapat tersebut, DPR meminta penjelasan pemerintah kenapa utang yang terus naik. Sebab, banyak masyarakat yang tidak paham atas kenaikan utang negara tersebut.
Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat sampai dengan akhir bulan Juli 2017 mencapai Rp3.779,98 triliun atau mengalami kenaikan Rp73,47 triliun dibandingkan utang di Juni yang sebesar Rp3.706,52 triliun.
Utang ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.045,0 triliun (80,6%) dan pinjaman sebesar Rp734,98 triliun (19,4%). Menjawab pertanyaan parlemen mengenai utang yang semakin menggunung, pemerintah akan diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pantauan Okezone, Senin (4/9/2017), telah hadir Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Sekertaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto. Menyusul Menteri Keuangan Sri Mulyani hadir sekira pukul 11.10 WIB.
Sebelumnya Sri Mulyani mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan jawaban khusus untuk utang. Oleh karenanya, diperlukan sesi khusus untuk membahas seperti apa utang Indonesia.
Baca Juga:
KEIN: Tambahan Utang Harus Disesuaikan dengan Defisit RI
Indonesia Butuh Utang untuk Kencangkan Laju Investasi!
"Kami sudah siapkan bahan. Selama ini kan DPR sangat konstruktif untuk pahami keseluruhan APBN, dan paham belanja dan penerimaan tidak sama," tuturnya.
Dia mengatakan, utang negara Amerika Latin di era 1980 bisa meminjam ke konsorsium bank swasta. Konspirasi seperti ini bisa saja dilakukan Indonesia, tapi utang seperti ini beda sekali dengan yang sekarang.
Utang RI komposisinya semakin sedikit utang luar negeri (ULN) dari multilateral dan bilateral, lebih banyak pada surat berharga negara (SBN).
"Tapi pertanyaan yang perlu dijawab kenapa Indonesia perlu belanja sedemikian besar hari ini? Karena hampir lebih 20 tahun, investasi di negara di bidang infrastruktur. Indeks ketersediaan infrastruktur pada 1990-an 60% terhadap PDB, sekarang 35%," tuturnya.
Artinya, kata Sri Mulyani, bukan PDB naik yang membuat infrastruktur semakin naik, tapi di tengah kelas menengah naik kemudian infrastruktur tidak mencukupi, maka biaya tinggi. Oleh karena itu, infrastruktur sangat diperlukan.
"Kami juga perlu investasi di bidang pendidikan dan infrastruktur. Indonesia perlu juga investasi SDM sekarang juga, itu kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Selain itu, kami juga perlu lindungi masyarakat miskin," jelas dia.
Baca Juga:
Simak! Utang RI Tak Bisa Dibandingkan dengan Jepang dan AS
Sri Mulyani: Jika Diawasi, Indonesia Tak Akan Kecanduan Utang
Selain itu, kata Sri Mulyani, utang dan pajak tidak bisa diidentifikasi secara masing-masing. Di mana ketika kebutuhan belanja tidak cukup, utang diperlukan dengan cara menerbitkan SBN.
"Maka uang utang dan pajak berkumpul jadi satu di kas negara. Enggak bisa katakan USD1 ke mana? Beda kalau kita dapat dari Bank Dunia misalnya untuk irigasi, ketahuan uangnya ke mana. Tapi ketikan Menteri Keuangan terbitkan SBN baik di Indonesia atau Luar Negeri, uangnya langsung masuk ke akun pemerintah bersama uang pajak," tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)