Adapun jika produksi kumulatif mencapai 30 MMBOE akan mendapatkan tambahan bagi hasil 10%. Sebelumnya 1 MMBOE mendapat 5%. Ketentuan tambahan bagi hasil juga berubah menjadi 85-ICPx0,25. Jadi, apabila harga minyak Indonesia (ICP) sekitar USD50 per barel, kontraktor bisa mendapat bagi hasil sekitar 8,75%.
Di aturan lama, dengan harga yang sama, maka tambahannya hanya 5%. Sedangkan harga gas, jika USD7 per MMBTU maka bagi hasil yang didapat 7-harga gas x2,5. Untuk harga gas USD7-10, bobotnya 0%. Kemudian untuk harga lebih dari USD10 per MMBTU digunakan formula 10-harga gas x2,5.
Namun, apabila dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian Kementerian ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil kepada kontraktor tanpa batas maksimal. Biaya operasi yang telah dikeluarkan KKKS juga menjadi pengurang penghasilan bagian kontraktor dalam perhitungan pajak penghasilan.
Namun ketentuan itu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas. Perubahan aturan tersebut berlaku sejak 29 Agustus 2017. Direktur Eksekutif Refor- Miner Institute Komaidi Notonegoro menilai revisi aturan gross split lebih baik daripada aturan lama yang tertuang dalam Permen No 8/2017.
Menurutnya, pemerintah mencoba lebih fleksibel dalam menyesuaikan variabel untuk tambahan bagi hasil. Namun, imbuh Komaidi, jika dibandingkan dengan skema cost revovery, aturan gross split yang telah direvisi tetap masih kurang menarik untuk industri hulu migas. “Kalau dibanding cost recovery dari sisi cash flow tidak kompetitif karena di satu sisi negara yang membiayai, kalau gross split sepenuhnya dibiayai kontraktor,” ujarnya.
(Rizkie Fauzian)